TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik mengatakan ketentuan verifikasi faktual sudah digunakan sejak pertama kali pemilihan kepala daerah langsung diadakan, yaitu pada 2005. Ketentuan itu mewajibkan panitia pemungutan suara (PPS) menemui satu per satu pendukung calon perseorangan lalu mencocokkan informasi dengan data diri dalam KTP yang terkumpul.
"Tak ada perubahan pada peraturan KPU, makanya pengalaman lapangan itu penting," ujar Husni di gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Banwaslu) di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 10 Juni 2016. Aturan ini sempat menjadi polemik karena dianggap menyulitkan calon independen.
Husni menyarankan para peserta pilkada, tim sukses, dan pihak lain agar mempelajari dengan baik aturan yang berhubungan dengan proses pendaftaran calon perseorangan. "Ini kan yang didiskusikan hal yang tidak baru."
Dalam ketentuan itu, jika dalam kurun waktu tiga hari petugas gagal menemui pendukung yang telah menyetorkan KTP, pendukunglah yang harus melapor kepada petugas PPS setempat. Jika tak dilakukan, dukungan itu dianggap tak sah atau gugur.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat mempermasalahkan verifikasi faktual KPU tersebut. Ia berencana mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017 lewat jalur independen. Menurut dia, penduduk Jakarta tak punya waktu banyak melapor ke PPS untuk memverifikasi KTP dukungan.
Husni juga meminta masyarakat dan media massa bersikap netral menyikapi munculnya anggapan bahwa ketentuan itu bisa merugikan calon perseorangan. "Harus paham sehingga tak berkesimpulan bahwa sesuatu (ketentuan) itu sifatnya baru atau sudah usang," katanya.
Dia menjelaskan, sejak 2005, aturan peserta pilkada jalur independen sudah jelas. "Calon perseorangan harus mengumpulkan dukungan sesuai jumlah yang disyaratkan, lalu didaftarkan ke KPU, dan terakhir verifikasi. Itu verifikasi faktual."
YOHANES PASKALIS