TEMPO.CO, Pekanbaru - Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan memvonis bebas Manajer Operasional PT Langgam Inti Hibrido Frans Katihokang atas perkara kebakaran hutan dan lahan. Hakim menilai Frans tidak terbukti bersalah atas kasus kebakaran hutan dan lahan seluas 533 hektar dalam area konsesi perusahaan kelapa sawit tersebut sebagaimana dakwaan Kejaksaan Negeri Pelalawan.
"Menyatakan terdakwa Frans Katihokang tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan," kata Hakim Ketua I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara di Pengadilan Negeri Pelalawan, Kerinci, Kamis malam, 9 Juni 2016.
Hakim I Dewa juga meminta Jaksa Penuntut Umum membebaskan Frans Katihokang dari tahanan dan memulihkan harkat, martabat dan nama baiknya. "Terdakwa telah terbukti tidak bersalah, maka sepatutnya dibebaskan," ucapnya.
Putusan bebas terhadap Frans Katihokang mematahkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Novika yang meminta majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana kurungan selama 2 tahun serta denda Rp 1 miliar atau subsider enam bulan penjara.
Jaksa mendakwa Frans karena dianggap lalai menjalankan tugasnya sebagai pimpinan di perusahaan sehingga mengakibatkan terjadinya kebakaran lahan yang membuat kerusakan lingkungan dengan melanggar Pasal 99 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, tuntutan jaksa tidak terbukti dipersidangan.
Adapun pertimbangan hakim di antaranya, yakni hakim tidak memandang adanya unsur kelalaian dilakukan terdakwa sebagaimana dakwaan jaksa penuntut. Menurut hakim I Dewa, berdasarkan keterangan saksi-saksi saat peristiwa kebakaran terjadi pada 27 Juli 2015, terdakwa langsung memerintahkan anak buahnya melakukan pemadaman. Upaya pemadaman juga dibantu masayarakat sekitar dengan mengerahkan seluruh peralatan pemadam api milik perusahaan.
Berdasarkan keterangan ahli dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, tidak mendeteksi adanya titik api di wilayah konsesi perusahaan. Namun saksi ahli melihat adanya titik api berasal dari lahan masyarakat pada 26 Juli 2015, api kemudian merembet ke lahan perusahaan Afdeling Gondai, pada 27 Juli 2015, api kemudian berhasil dipadamkan pada 31 Juli 2015.
Terkait dakwaan jaksa tentang pelanggaran Pasal 14 tahun 2001 tentang pengendalian kerusakan dan pencegahan lingkungan. Di mana perusahaan disebut tidak memiliki sarana dan prasarana pemadam api yang lengkap sesuai dengan luas lahan konsesinya. Menurut hakim, tuduhan jaksa tidak terbukti.
Saat dilakukan peninjauan lapangan, menurut hakim I Dewa, hakim menilai terdakwa telah melakukan misi pengendalian kerusakan lingkungan. Perusahaan telah memiliki menara api sebagai pencegahan dini kebakaran lahan dilengkapi radio komunikasi, kendaraan patroli dan memiliki kantor yang selalu ditunggu karyawan.
"Terdakwa telah perintahkan pemadaman dengan membawa banyak peralatan dan telah memiliki sistem dan SOP dalam penanggulangan kebakaran," ujarnya.
Namun, tidak semua majelis hakim sepakat dengan putusannya. Hakim anggota II Ayu Amelia mengajukan Dissenting Opinion (pendapat berbeda), ia justru menilai terdakwa Frans Katihokang terbukti secara sah melanggar pasal 99 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Frans dianggap lalai dalam mengendalikan kebakaran lahan yang mengakibatkan lahan konsesi perusahaan terbakar 533 hektare.
Menurut Hakim Ayu, berdasaran Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang dimiliki perusahaan sudah disebutkan konsesi perusahaan Afdeling Gondai merupakan kawasan rawan karena memiliki gambut dalam. Seharusnya perusahaan menyediakan lebih banyak peralatan pencegahan kebakaran lahan di kawasan itu. Namun pihak perusahaan baru mengerahkan peralatan setelah api sudah mulai meluas ke kawasan perusahaan. Petugas harus menjemput perlatan lebih dulu ke Kantor Kemang yang jaraknya hampir 1,5 jam dari titik api.
Selain itu, berdasarkan keterangan saksi ahli Basuki Wasis dan Bambang Hero bahwa benar telah terjadi kerusakan lingkungan. Tanah bekas terbakar sudah merusak sifat fisik dan bobot isi tanah, terjadi penurunan C-Organik sebesar 38,55 persen yang mengakibatkan hilangnya unsur hara tanah. "Telah terjadi kerusakan tanah," ucapnya.
Meski demikian, Hakim Ketua I Dewa tetap memvonis bebas terdakwa lantaran putusannya cenderung sama dengan hakim anggota I Weni Warlia.
Menanggapi putusan itu, Jaksa Penuntut Umum Novrika menyatakan pikir-pikir untuk melakukan kasasi ke proses hukum yang lebih tinggi. "Kami punya waktu untuk pikir-pikir untuk melakukan kasasi," ujarnya.
Kuasa hukum terdakwa Hendry Muliana Hendrawan menilai putusan hakim sudah sesuai dengan fakta persidangan. Pihaknya tidak mempersoalkan satu hakim berpendapat beda (Dissenting Opinion). Namun ia menilai pendapat berbeda dari Hakim Ayu itu tidak sesua fakta persidangan. "Kami harus hormati itu, tapi Dissenting Opinionnya tidak sesui fakta dan aturan," katanya.
Kasus tersebut bergulir saat Kepolisian Daerah Riau menemukan lahan terbakar di konsesi PT Langgam Inti Hibrindo, yang merupakan anak perusahaan Provident Agro Tbk. Polisi menemukan kebakaran lahan di blok 5 hingga blok 20 di area Kebun Gondai, Kecamatan Langgam, Desa Gondai, Pelalawan. Kebakaran terjadi pada 27 Juli 2015 dan baru dapat dipadamkan 31 Juli 2015. Seluas 533 hektare lahan ludes terbakar.
RIYAN NOFITRA