TEMPO.CO, Jakarta - Dua terdakwa kasus tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono dan Damarwan Sepriyossa, membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Negeri Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016. Mereka menekankan bahwa Obor Rakyat adalah produk jurnalistik.
Menurut pemimpin redaksi Obor Rakyat Setiyardi Budiono, jika ada yang berkeberatan dengan tulisan di Obor Rakyat, sepatutnya menggunakan mekanisme hak jawab. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Jadi, sidang ini telah salah mengadili perkara," ujar redaktur pelaksana Obor Rakyat, Damarwan Sepriyossa, saat membacakan eksepsi.
Jika hal ini dibiarkan, menurut Setiyardi, profesi wartawan dalam ancaman besar. "Jika kita menggunakan pasal KUHP tentang 'penghinaan, fitnah, atau perbuatan tak menyenangkan', setiap hari akan ada wartawan yang masuk penjara," ujarnya.
Setiyardi juga menyebutkan kasus tabloid Obor Rakyat adalah perkara yang menyangkut pemilihan umum. Maka seharusnya menggunakan pidana pemilu, bukan pasal-pasal yang telah ditujukan kepada mereka.
Tabloid Obor Rakyat ramai dibicarakan setelah dianggap melakukan kampanye hitam dan disebut menghina pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pemilu 2014.
Pada 16 Juni 2014, pasangan calon Presiden Jokowi-Kalla melaporkan Setyardi dan Darmawan ke Mabes Polri. Mereka ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Juli 2014 dan pada Januari 2015 berkas-berkasnya dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
PRADITYO ADI (MAGANG) | MOSES