TEMPO.CO, Denpasar - Fenomena naiknya suhu air laut yang terjadi sejak awal tahun ini mengancam terumbu karang di Bali, yang menyebabkan coral bleaching (pemutihan karang). “Kalau terlalu lama, karang tidak akan mampu melakukan recovery dan mati,” kata Wira Sanjaya dari Coral Triangle Center (CTC) di sela peringatan Hari Segitiga Terumbu Karang di Denpasar, Rabu, 8 Juni 2016.
Menurut dia, suhu berada di kisaran 28-30 derajat Celcius sehingga wilayah Bali selatan menjadi kawasan yang paling terdampak fenomena ini. Kawasan tersebut meliputi Sanur, Serangan, hingga Nusa Dua. Adapun jenis karang yang terancam ialah Porites (massive dan branching), Montipora ( encrusting), dan beberapa jenis karang yang rata-rata berada di kedalaman 4-6 meter.
Berdasarkan survey CTC yang dilakukan pada Juli-Oktober 2015, terumbu karang di Bali berada dalam kondisi cukup baik dengan persentase penutupan karang hidup di kedalaman 3 meter mencapai 60,7 persen.
Sedangkan kedalaman di atas 10 meter rata-rata mencapai 60 persen. Survei dilakukan dengan menyelam di 41 titik di seluruh Bali setelah dilakukan pengamatan visual di kedalaman 3-5 meter secara menyeluruh.
Selain bahaya akibat kenaikan suhu, ancaman kerusakan terumbu karang muncul dari aktivitas wisatawan dan nelayan yang tak ramah lingkungan. Karena itu, CTC mengusulkan segera dilakukan zonasi wilayah perairan, yang saat ini baru dilakukan di Nusa Penida.
Selain terumbu karang, zonasi akan melindungi fauna seperti ikan lumba-lumba, pari, napoleon, dugong, dan lain-lain yang harus dilindungi.
Kepala Bidang Pengawasan Kelautan dan Pemberdayaan Masyarakat Bali Made Sudarsana menuturkan sebenarnya pihaknya telah mengajukan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang zonasi wilayah kelautan ke DPRD Bali.
Namun raperda itu masih mengacu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Kelautan, yang menyebut kewenangan provinsi atas wilayah laut ialah 4-12 mil dari garis pantai.
Saat ini sudah dilakukan revisi melalui UU 23 Tahun 2015, yang isinya kewenangan provinsi mencakup 0-4 mil dari garis pantai. “Akibatnya, pembahasan raperda ditunda karena kami harus menyiapkan naskah akademis yang baru,” ujarnya.
ROFIQI HASAN