TEMPO.CO, Jakarta - Panitia khusus pembahasan Revisi Undang-undang tentang Tindak Pidana Terorisme kembali menggelar rapat dengar pendapat umum bersama akademikus. Ahmad Baedowi dari Yayasan Indonesia Institute for Society Empowerment (Insep) mengatakan, dalam pembahasan RUU ini, DPR jarang mengajak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama.
Menurut Baedowi, dua kementerian tersebut harus diajak duduk bersama karena membawahkan sektor pendidikan. "Mencegah lewat pendidikan jauh lebih baik daripada penindakan," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu, 8 Juni 2016.
Baedowi menambahkan, RUU ini harus seimbang memuat antara pasal-pasal yang mengatur pencegahan dan penindakan. "Sejak dulu tidak pernah ada ketegasan tentang ini," ujarnya.
Dari riset yang dilakukan Yayasan Insep pada 2010, kata Baedowi, rata-rata usia pelaku teror 20-30 tahun. Level pendidikannya pun paling banyak dari lulusan SMA yang berkisar 63 persen.
Riset kedua Baedowi pada 2011-2012 tentang potensi radikal menunjukkan 25 persen pelajar mengatakan Pancasila sudah tidak relevan sebagai ideologi.
Sebab itu, kata Baedowi, penting mengajak pemangku kebijakan, seperti Kementerian Agama serta Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Menurut Baedowi, dalam empat tahun terakhir ini, kekerasan di sekolah luar biasa terjadi. "Ini potensi," ujarnya. Nantinya dua kementerian tersebut dapat diajak membuat sebuah desain pencegahan.
Selain Baedowi, RDPU Pansus Terorisme ini menghadirkan Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Anton Tabah dan dosen Universitas Gadjah Mada, Samsu Rizal Panggabean. Sebelumnya, pansus telah mengundang berbagai ormas dan LSM untuk memberi masukan.
AHMAD FAIZ