TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku tidak merasa dirugikan soal ketentuan verifikasi faktual dalam revisi Undang-Undang Pilkada yang baru disahkan DPR, beberapa waktu lalu.
"Saya dirugikan apa? Itu kan memang orang-orang yang ngarep saya enggak bisa ikut (pilkada). Ambil saja kursi gubernur kalau lu mau," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 8 Juni 2016.
Ketentuan verifikasi faktual mewajibkan panitia pemungutan suara (PPS) selama masa kerja 14 hari menemui satu per satu pendukung calon perseorangan guna mencocokkan informasi dengan data diri dalam KTP yang terkumpul.
Jika dalam masa tiga hari petugas gagal menemui pendukung itu, pendukunglah yang harus melapor ke petugas PPS setempat. Jika tak bisa dilakukan, dukungan dianggap tak sah atau gugur.
Ada anggapan bahwa ketentuan dalam revisi UU Pilkada itu berpotensi merugikan calon perseorangan atau independen. Ahok sendiri sudah menyatakan akan maju dalam pilkada 2017 melalui jalur perseorangan bersama relawannya, Teman Ahok. Sejauh ini, formulir dukungan dan salinan KTP warga DKI Jakarta yang mengalir kepadanya sudah melebihi batas ketentuan dari KPU dan tengah mendekati angka 1 juta.
Ahok mengatakan dia tidak berhak mengajukan keberatan atau gugatan terhadap revisi UU Pilkada karena merupakan ranah Komisi Pemilihan Umum. Menurut dia, yang berhak merasa keberatan adalah KPU. "Itu urusan KPU. Sekarang KPU sanggup enggak? Kita tinggal tunggu saja," ucapnya.
Dia menyatakan hanya ingin menuntaskan pekerjaannya sampai masa jabatannya berakhir pada Oktober 2017 bila tidak ada seorang pun yang menghendakinya maju lagi sebagai Gubernur. "Makan saja itu kursi gubernur kalau pingin bikin saya enggak ikut. Dari fitnah Sumber Waras, Luar Batang, fitnah reklamasi, apalagi yang kurang fitnahnya coba?" katanya.
FRISKI RIANA
Baca juga:
Pilkada DKI: Tiga Pemicu Ahok Bakal Kompromi dengan Partai
Kisah Kucing Bangunkan Jemaah untuk Salat Jadi Mendunia