TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo enggan berkomentar soal kelanjutan pembahasan simposium tragedi 1965. Menurut dia, baik hasil Simposium 1965 yang digelar di Hotel Aryaduta April lalu maupun Simposium Anti-PKI, sudah sepenuhnya hal ini menjadi pembicaraan internal pemerintah.
"Kan sudah selesai dan diserahkan kepada pemerintah," kata Agus seusai rapat di ruang Komisi Pertahanan DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Juni 2016.
Menurut Agus, sudah tak ada rembukan antara pihaknya sebagai panitia simposium pertama dan panitia simposium kedua, yang digagas purnawirawan TNI bersama sejumlah organisasi masyarakat. Agus mewakili panitia pengarah simposium bertajuk “Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan” hanya akan bertindak bila ada arahan dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Itu (rumusan rekomendasi) sudah jadi milik pemerintah, silakan pemerintah melihat dan menuangkannya dalam perumusan sebuah kebijakan," tuturnya.
Dalam perumusan tersebut, kata Agus, hanya pemerintah yang punya kewenangan menentukan hasil akhir. "Pemerintah juga yang tahu apakah kebijakan itu bisa dilaksanakan atau tidak."
Pemerintah, tutur Agus, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, bergerak melalui Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut sudah membenarkan pemerintah menampung sembilan butir rekomendasi hasil simposium anti-PKI yang digelar 1-2 Juni lalu. Rekomendasi itu akan dibahas bersama rekomendasi Simposium 1965 di Hotel Aryaduta sebelum disodorkan ke Jokowi.
"Semua diserahkan, kalau sesuai dengan garis pemerintahan, dan tiga ketentuan tadi, pastilah dalam koridor itu (disetujui)," kata Luhut di kantornya, 3 Juni 2016.
Tiga ketentuan yang dimaksud Luhut adalah Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966, Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003, dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999.
YOHANES PASKALIS
Baca juga:
Teman Ahok Siap Galau? Ini 3 Pendorong Ahok Lari ke Partai
Pilkada DKI: Tiga Pemicu Ahok Bakal Kompromi dengan Partai