TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Hubungan Masyarakat Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Devfanny Aprilia Artha, memenangkan gugatan atas perguruan tinggi terkemuka itu dalam perkara pemecatan terhadap dirinya pada Maret 2015. Devfanny menggugat UI setelah dekan fakultas tersebut memecanya pascakejadian ledakan di Laboratorium Farmasi.
Devfanny berujar pada sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang berlangsung 40 menit tersebut, majelis hakim membacakan putusan. Dalam putusannya, kata Devfanny, hakim berpendapat bahwa pimpinan Fakultas Farmasi tidak memiliki wewenang untuk memberikan sanksi kepada pegawainya. Hal itu tertuang di Statuta UI dalam Peraturan Pemerintah Nomor 67 tahun 2013.
"Tidak ada satupun dasar hukum menyebutkan dekan berwenang untuk memberikan menjatuhkan hukuman kepada pegawai. Jadi, dekan terbukti menyalahgunakan wewenang atas jabatannya," kata dia dengan nada bersemangat, Selasa, 7 Juni 2016.
Menurut dia putusan majelis hakim itu menunjukkan bahwa orang biasa pun dapat memenangkan gugatan peradilan. Ia mengaku tak menggunakan jasa pengacara untuk berhadapan dengan UI. "Orang biasa kalau merasa benar jangan takut melawan kesewenang-wenangan pimpinannya. Ini harus diberitakan agar orang tahu bahwa orang biasa menang di engadilan tanpa pengacara," kata dia.
Kasus tersebut berawal ketika ledakan di lantai 2 Gedung J, Fakultas Farmasi UI. Ledakan terjadi pada Senin, 16 Maret 2015, sekitar pukul 10.30 WIB. Ketika itu para mahasiswa Fakultas Farmasi UI tengah menjalani praktikum di laboratorium. Namun salah seorang mahasiswa terlambat mengangkat pemanas Bunsen hingga larutan sampel di dalam labu destilasi hampir kering.
Dekan Fakultas Farmasi Mahdi Jufri, saat itu, menurut cerita Devfanny, tidak senang dengan penuturan kepala humasnya tersebut ketika memberikan keterangan terhadap media. Alhasil, Mahdi memberi sanksi kepada Devfanny berupa pemecatan.
ARKHELAUS W.