TEMPO.CO, Surabaya - Salah satu kendala dalam penanganan Hemofilia adalah pembiayaan. Kepala Depo Farmasi Bagian Anak RSUD Dokter Soetomo, Mariyatul Qibtiyah mengatakan masih banyak kendala meskipun biaya pengobatan penyakit turunan ini sudah ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Perlu koordinasi antara aturan kementerian dengan kami yang di lapangan,” kata Mariyatul, Sabtu 4 Juni 2016.
Kendala dari pembiayaan Hemofilia, kata dokter Mariyatul, terletak pada hasil diagnosa yang terkadang tidak masuk dalam daftar BPJS. Mariyatul mencontohkan dianogsa pasien dalam golongan berat, yang terkadang membutuhkan biaya banyak. Namun dalam aturan Kementerian Kesehatan punya aturan sendiri untuk standar pembiayaan.
“Kadang obat yang akan diberikan tidak sesuai dengan standar harga yang disediakan Kemenkes,” kata Mariyatul.
Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan darah. Penyakit ini merupakan penyakit keturunan yang tidak bisa disembuhkan. Bahayanya adalah ketika korban menderita luka dan tak kunjung berhenti. Tidak ada obat kusus untuk menyembuhkan secara total penyakit ini. (Baca juga: Hati-Hati Lebam pada Tubuh Anak, Tanda Hemofilia)
Penyembuhan dilakukan dengan menambahkan faktor pembekuan darah secara konsentrat atau transfusi. Mariyatul mengatakan itu harus dilakukan seumur hidup untuk menstabilkan kadar pembekuan darah. Tidak heran, jika jika akhirnya biaya tinggi. Mariyatul mengungkapkan untuk ukuran sedang saja bisa mencapai Rp 5 juta untuk 2 sampai 3 kali per minggu berobat.
Dokter spesialis anak dari RSUD Dr Soetomo, Mia Ratwita Andarsinu menjelaskan Hemofilia merupakan penyakit katastropik yang berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat membahayakan jiwa. Tidak ada cara tertentu agar penyakit keturunan yang dibawa oleh kromosom X bisa disembuhkan secara total. Tehnik pengobatannya hanya bisa dilakukan dengan terapi rutin.
Permasalahan lain tentang penderita Hemofilia yaitu biasanya penderita mengalami masalah psikososial. Ada rasa minder karena penyakit yang diderita. Oleh karenanya Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia merangkul penderita yang sebagian besar anak-anak untuk optimis meraih masa depan seperti orang normal pada umumnya.
Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) mencatat jumlah penyandang hemophilia di Indonesia saat ini mencapai 25 ribu orang. Dari jumlah itu, baru 1.025 yang didiagnosa. Sedangkan di Jawa Timur jumlah penderita mencapai 333 jiwa pada 2016, naik dari tahun sebelumnya yang 226 orang.
Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Sukariya mengatakan keterbatasan akses informasi yang menyebabkan penderita hemophilia susah terdeteksi. Banyak masyarakat yang awam tentang penyakit ini. "Perlu sosialisasi kusus utamanya di daerah-daerah," ujarnya.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH