TEMPO.CO, Semarang - Sebanyak sepuluh (10) kasus kekerasan terhadap perempuan di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah, mandek di polisi. Aktivis Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah, Witi Muntari, menyatakan sepuluh kasus itu itu gagal diusut karena terhambat pembuktian. “Terutama kesulitan mencari pembuktian saksi. Sebab, kasus kekerasan perempuan biasanya tidak ada saksi,” kata Witi, kepada Tempo, di Semarang, Senin (6 Juni 2016).
Akibatnya, para pelaku kekerasan seksual pun umumnya melenggang bebas, tanpa dihukum. Witi menambahkan karena polisi sulit mencari pembuktian maka biasanya perempuan yang menjadi korban, justru dibebani mencari alat bukti sendiri. Sebanyak 10 kasus itu adalah dua kasus kekerasan seksual di Kabupaten Semarang, yang dilaporkan akhir 2014. Kasus yang diduga pelakunya ayah kandung sendiri dan satu lagi tetangga korban, mandek karena minim alat bukti.
Dua kasus lainnya, kekerasan seksual di Kota Semarang, akhir 2014 dan awal 2015. “Satu kasus pelakunya teman main korban, dan satunya lagi tetangga,” kata Witi.
Kasus lainnya, kekerasan seksual di Grobogan, kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kota Semarang, empat kasus dan kasus kekerasan dalam rumah tangga di Blora. Dia menyatakan pelaku kekerasan seksual rata-rata orang terdekatnya. Karena dilakukan secara tersembunyi, maka sulit mencari alat bukti saksi.
Witi memperkirakan, kasus kekerasan perempuan yang dilaporkan polisi hanya beberapa, tapi sesungguhnya banyak sekali. “Misalnya, korban tak berani lapor. Korban diintimidasi, ada pula takut aibnya dibuka,” katanya.
Saat ini, Kepolisian Kota Besar Semarang juga mengusut kasus kekerasan seksual yang dialami PR, 11 tahun, anak perempuan pelajar SD di Kota Semarang. Polisi sudah menangkap enam orang pelakunya. Jaringan perempuan di Jawa Tengah mendesak, polisi serius mengusut kasus itu. Kepala Polisi Kota Semarang, Komisaris Besar Polisi Burhanudin berjanji akan mengusut tuntas. "Kami akan bekerja keras mengusut sampai ke akar-akarnya," kata dia.
Menurut Witi, selama ini kasus kekerasan perempuan di Jawa Tengah terbilang banyak. Pada periode November 2014 hingga Oktober 2015, tercatat ada 477 kasus di 35 kabupaten/kota. dengan jumlah korban perempuan 1.227 orang. Dari 477 kasus itu, jumlah pelaku mencapai 712 orang, karena ada beberapa kasus jumlah pelakunya lebih dari satu orang.
Adapun untuk periode November 2015 hingga Februari 2016, terjadi kekerasan perempuan sebanyak 104 kasus dengan jumlah korban perempuan 173 orang. Jenis kekerasannya didominasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 31 kasus dan perkosaan 30 kasus.
Dari 1.227 korban kekerasan terhadap perempuan, 68,38 persen korban mengalami kekerasan seksual, 16,87 persen korban mengalami kekerasan psikis dan 14,75 persen korban kekerasan fisik.
Adapun jenis kekerasan yang dialami perempuan di Jawa Tengah, didominasi kekerasan dalam rumah tangga 201 kasus dengan 201 korban, 94 kasus kekerasan dalam pacaran (KdP) dengan 274 korban, perkosaan 68 kasus dengan 102 korban, prostitusi 48 kasus dengan 479 korban, buruh migran 25 kasus dengan 110 korban, perbudakan seksual 21 kasus dengan 21 korban, pelecehan seksual 13 kasus dengan 19 korban dan trafiking tujuh kasus dengan 21 korban.
ROFIUDDIN