TEMPO.CO, Ponorogo - Rita Krisdianti, tenaga kerja wanita asal Desa Gabel, Kecamatan Kauman, Ponorogo, Jawa Timur, memilih langsung bekerja ketika lulus sekolah menengah atas pada 2007. Padahal empat teman dekatnya semasa sekolah telah menyarankan Rita agar melanjutkan kuliah.
"Dia tidak mau (kuliah) dan memilih mencari duit ke luar negeri,’’ kata Dinar Istian Andra, teman sekelas Rita saat sama-sama tercatat sebagai siswi SMA Bakti Ponorogo, Jumat, 3 Juni 2016.
Baca: Ini Dua Wanita yang Menjebak TKI Rita hingga Divonis Mati
Dinar tidak mengetahui alasan Rita memilih bekerja daripada kuliah. Namun diperkirakan karena faktor ekonomi keluarga yang kurang mendukung. Apalagi Mujiono, sang ayah, meninggal ketika Rita masih SMA. "Maaf ya, mungkin karena kebutuhan di keluarga Rita tinggi (sehingga tidak bisa kuliah),’’ ucap Dinar kepada Tempo.
Setelah lulus SMA, lima sahabat itu berpisah dan putus komunikasi. Dinar dan tiga teman lainnya disibukkan oleh kuliah di beberapa kota. Sedangkan Rita bekerja di luar negeri untuk membantu perekonomian keluarga.
Beberapa tahun kemudian, Rita menghubungi Dinar melalui sambungan telepon seluler. Kala itu, Rita menyatakan sedang berada di Makau. Beberapa bulan kemudian, bungsu dari dua bersaudara itu memberi tahu sahabatnya tengah bekerja di India. "Waktu itu dia bilang bekerja sebagai perawat orang jompo,’’ ucap Dinar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, Rita dua kali pergi ke luar negeri. Pertama, bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Taiwan. Belum genap 5 tahun, ia pulang kampung dan menikah dengan Dwi Nugroho, warga Desa Menang, Kecamatan Jambon, Ponorogo, pada 2012. Selang lima bulan kemudian, dia pergi ke Hong Kong.
Pada Juli 2013, Rita kedapatan membawa tas berisi 4 kilogram sabu-sabu saat transit di bandara Malaysia. Proses hukum bagi dia terus bergulir hingga 21 kali persidangan. Namun Dinar baru mengetahui tentang kasus yang membelit sahabatnya itu pada 2014. "Tidak mengira sampai seperti itu,” ujarnya.
Baca: Pemerintah Utus Da’i Bachtiar Dampingi Rita di Malaysia
Rita divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi Penang, Malaysia, pada Senin, 30 Mei 2016. Ia dijerat Pasal 39-B Akta Dadah Berbahaya Tahun 1952 dengan ancaman hukuman gantung jika terbukti bersalah. Kini, pemerintah tengah mengupayakan permohonan banding untuk membebaskan tenaga kerja wanita tersebut dari hukuman mati.
Vonis hukuman mati bagi Rita membuat keluarganya di Ponorogo bersedih. Poniyati, ibu Rita, dan Sardjono, ayah tiri Rita, terpukul. Sejak Senin hingga Kamis kemarin, pintu rumah mereka tertutup. Mereka juga belum bersedia didatangi wartawan.
Volunteer Migrant Institute, Sulistyaningsih, mengatakan kondisi psikologis orang tua Rita membaik. "Mereka sudah optimistis anaknya bisa dibebaskan dari hukuman mati,’’ ujarnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO