TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dalam sidang paripurna hari ini, Kamis, 2 Juni 2016. Salah satu bagian krusial yang disepakati ialah anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri dalam pilkada, wajib mundur dari jabatan legislator.
Meski telah disahkan, Fraksi Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera keberatan dengan poin kewajiban mengundurkan diri bagi anggota DPR yang ikut mencalonkan diri dalam pilkada itu. Alasannya, berdasarkan prinsip kesetaraan, kepala daerah petahana tidak perlu mundur, begitu pula dengan DPR. “Cukup cuti,” kata anggota Fraksi PKS, Al Muzammil Yusuf, di gedung DPR, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016.
Pasal 7 poin S dalam Undang-Undang tentang Pilkada ini berbunyi: menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR, DPD, dan DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan. Sementara itu, bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota baru diwajibkan mundur bila ia mencalonkan diri di daerah lain.
Kewajiban mundur sejak ditetapkan sebagai pasangan calon,ditujukan pula bagi anggota TNI, Polri, dan Pegawai Negeri Sipil, seperti yang tertuang dalam Pasal 7 butir T. Anggota Fraksi Partai Gerindra, Azikin Solthan, juga meminta pemimpin sidang mempertimbangkan masukan dari partainya. Gerindra berpendapat, anggota dewan tidak perlu mundur. "Anggota TNI dan Polri yang harus mundur," tuturnya.
Muzammil mengatakan partainya menghormati keputusan ini. Dia mengkritisi keputusan calon petahana yang tidak diwajibkan mundur. Alasannya, hal ini berpotensi konflik kepentingan yang berujung pada penyalahgunaan terhadap wewenang. “Kepala daerah lebih memungkinkan untuk power abuse daripada anggota DPR, DPD, dan DPRD,” ucapnya. Berbeda dengan calon petahana, menurut Muzammil, DPR tidak memegang peran birokrasi dan anggaran.
Sekretaris Dewan Pakar Partai Golkar Firman Soebagyo menambahkan, DPR tidak bisa melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Tidak memungkinkan pula bila PKS dan Gerindra menggunakan pihak ketiga untuk melakukan upaya itu. “Silakan saja,” ucapnya.
Meski begitu, Muzammil menuturkan saat ini belum ada pikiran dari partainya untuk melakukan gugatan uji materi atas undang-undang tersebut. “Akan kami dalami lagi apa perlu (judicial review),” tuturnya. Ia mempersilakan anggota DPRD dan masyarakat untuk melakukan judicial review terhadap UU Pilkada terkait dengan kemunduran anggota dewan ini.
Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada, Rambe Kamarulzaman, mengatakan potensi adanya judicial review besar, tapi bagi masyarakat yang hendak mengajukan, syaratnya harus memiliki legal standing yang jelas. “Peluangnya ada, kami tidak bisa melarang,” ucapnya.
Sidang paripurna yang berlangsung pagi tadi berjalan dengan lancar. Padahal sebelumnya Ketua DPR Ade Komaruddin memungkinkan terjadinya voting terkait dengan poin pengunduran diri tersebut. Menurut dia, voting hanya dilakukan bila terpaksa. "Tapi kami upayakan musyawarah," katanya sebelum rapat paripurna.
Sidang paripurna juga menyepakati masukan Fraksi Partai Amanat Nasional yang meminta larangan mantan narapidana kasus penyalahgunaan narkoba dan kejahatan seksual mencalonkan diri dalam pilkada. “Kalau ini terlewat, Fraksi PAN ingin tetap dicantumkan, tidak semua mantan narapidana boleh mencalonkan (diri),” kata Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, yang bertindak sebagai pemimpin sidang, mengatakan undang-undang ini sudah disepakati dengan berbagai catatan. Soal hal-hal yang disampaikan Fraksi PAN, menurut dia, pemerintah bisa ambil bagian dalam mengambil keputusan. “Apakah dapat disetujui?” katanya. “Setuju” jawab peserta rapat.
Selain isu pengunduran diri, hal krusial yang telah disepakati ialah dukungan bagi calon. DPR dan pemerintah sepakat tidak ada perubahan untuk syarat minimal dukungan.
Bagi calon independen, dukungan minimal yang diperlukan ialah 6,5-10 persen dari daftar pemilih tetap pemilu sebelumnya. Adapun syarat bagi partai politik ialah meraih 20 persen dari kursi DPRD atau 25 persen suara sah.
AHMAD FAIZ