TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pers tengah menyiapkan pedoman peliputan korban kekerasan. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan pedoman ini merupakan turunan dari kode etik jurnalistik yang dinilai masih umum. "Ada sekitar 12 tema, tapi kami masih membicarakan dengan anggota dewan pers lainnya," kata Yosep dalam acara Analisa Media yang digelar Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan di Jakarta, Rabu, 1 Juni 2016.
Dua tema yang masuk pedoman itu ialah perlindungan saksi dan korban serta pelaku kriminalitas di bawah umur. Secara umum, pedoman tersebut diperlukan untuk memberikan arah kepada jurnalis dalam meliput peristiwa yang menyangkut kekerasan. "Termasuk kekerasan seksual," ucapnya.
Langkah pembuatan pedoman peliputan sebelumnya dilontarkan Komnas Perempuan. Hal itu dilatarbelakangi hasil kajian Komnas mengenai “Sejauh Mana Media Telah Memiliki Perspektif Korban Kekerasan Seksual?”. Komnas menyimpulkan, masih banyak media yang mengangkat tema pemerkosaan.
Selain itu, media belum memenuhi kaidah kode etik ketika meliput kekerasan seksual. Lalu, media belum menuliskan berita bagi pemenuhan hak korban. Terakhir, media masih menggiring pembaca membuat stereotipe dan menghakimi korban.
Dari hasil kajian itu, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menyatakan Dewan Pers bisa menegur media yang tidak memenuhi kode etik. Ada sembilan media yang masuk dalam kajian, yaitu Kompas, Media Indonesia, Tempo.co, Jakarta Globe, Jakarta Post, Pos Kota, Indopos, Republika, dan Koran Sindo.
Baca Juga:
Salah satu fokus kajian menyangkut pemenuhan kode etik. Dari sembilan media, 31 persen masih mengungkap identitas korban. Lalu, 38 persen mencampurkan fakta dan opini, 20 persen mengungkap identitas pelaku anak, dan 11 persen mengandung informasi cabul atau sadis.
Sementara itu, pengurus Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Hesthi Murti, menyatakan ada pemberitaan yang beda antara media cetak dan online. Menurut dia, media online dituntut lebih cepat, bahkan cenderung tergesa-gesa. Karena itu, Ketua Bidang Perempuan dan Anak itu meminta awak media bekerja lebih cermat. "Kami minta Dewan Pers lebih aktif mengawasi karena praktek media sudah jauh dari ideal," tuturnya.
ADITYA BUDIMAN