TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Agus Widjojo, menilai pelaksanaan Simposium Nasional Anti Partai Komunis Indonesia yang akan digelar di Balai Kartini, Jakarta, 1-2 Juni 2016, telah terkontaminasi Simposium Membedah Tragedi 1965 yang sebelumnya digelar pada 18-19 April lalu, di Hotel Aryaduta, Jakarta.
"Banyak terkontaminasi dengan asas praduga tak bersalah dan tak ada data," kata Agus, saat dihubungi via telepon, Selasa, 31 Mei 2016.
Agus mencontohkan asas praduga tak bersalah itu, seperti mereka menyebut simposium nasional 65 pada April lalu itu menyarankan adanya pengadilan projusticia. Padahal, itu tidak ada. "Coba lihat prestasi saya tidak pernah ada proses pengadilan. Semua nilai yang kami tawarkan adalah rekonsiliasi," ujarnya.
Dugaan lain yang mereka lontarkan, lanjut Agus, adanya anggapan bahwa Simposim April lalu itu hanya membahas peristiwa setelah 1965. Itu juga tidak benar. Pada simposium itu, kata dia, justru memberi keseimbangan sebelum dan sesudah peristiwa tragedi 1965 terjadi.
"Jadi simposium sudah tidak berdasarkan data dan fakta sehingga menjurus pada fitnah yang mengatakan simposium itu pro PKI dan menuduh saya adalah PKI," kata Agus.
Ia menegaskan pada Simposium 65 pada April lalu itu, telah memberikan fakta objektif dan faktual dengan menawarkan rekonsiliasi. "Rekonsiliasi akan diidentifikasi bahwa dalam peristiwa itu jatuh korban dalam jumlah besar di semua pihak. Ada objektivitas dan realitas sejarah," tuturnya.
Agus yang merupakan ketua panitia pengarah simposium 65 pada April lalu, mengatakan tetap akan hadir pada simposium anti-PKI. Dia telah menerima undangan itu pada siang tadi. "Saya akan datang untuk sesi pembukaannya saja," ucapnya.
ARKHELAUS W.