TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi Ketenagakerjaan, Saleh Partaonan Daulay, mendesak pemerintah mencari solusi untuk membebaskan tenaga kerja wanita Indonesia asal Ponorogo, Jawa Timur, Rita Krisnawati, yang divonis hukuman mati di Malaysia.
Menurut politikus Partai Amanat Nasional itu, pemerintah harus melepaskan Rita dari hukuman mati. Bantuan hukum disertai advokasi jalur diplomatik kedua negara perlu ditempuh.
Saleh mengatakan peristiwa seperti Rita bukan yang pertama menimpa tenaga kerja asal Indonesia. "Perlu dipastikan, pengalaman yang dimiliki pemerintah bisa menjadi modal upaya membebaskan Rita dari hukuman mati," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, 31 Mei 2016.
Saleh menjelaskan, tenaga kerja dan buruh migran, seperti Rita, rawan menjadi korban kejahatan sindikat perdagangan narkoba. Itu sebabnya, kata dia, kasus yang dialami Rita perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. "Pola-pola seperti ini sudah menjadi tren dalam bisnis narkoba," katanya.
Saleh mengatakan pemerintah memiliki lembaga yang bertugas mengurusi tenaga kerja asal Indonesia, yakni Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Beberapa kementerian juga terlibat dalam urusan tenaga kerja, seperti Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Sosial. "Potensi yang dimiliki oleh semua lembaga harus dimaksimalkan," ucapnya.
Rita Krisnawati, 27 tahun, divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi Penang, Senin, 30 Mei 2016. Kasus Rita telah bergulir sejak 2013, ketika ia kedapatan membawa tas berisi 4 kilogram sabu-sabu saat transit di Bandara Malaysia. Rita dijerat dengan Pasal 39B Akta Dadah Berbahaya Tahun 1952 dengan ancaman hukuman gantung, jika ia terbukti bersalah.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mendesak pemerintah Indonesia segera mengajukan upaya hukum banding guna meringankan hukuman bagi Rita. Dia mengatakan pihaknya juga telah berupaya memberikan pendampingan kepada Rita selama proses hukum berlangsung.
ARKHELAUS W