TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah 2014, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara nonaktif, Ajib Shah, mengaku bingung saat mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia dihukum 5 tahun penjara.
Penasihat hukum Ajib, Samsul Huda, bingung dengan konstruksi surat tuntutan jaksa. Menurut dia, fakta di persidangan berbeda dengan apa yang ada di surat tuntutan. "Intinya, kami menghargai. Namun kami akan sampaikan pembelaan minggu depan," ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Samsul mempertanyakan fakta-fakta yang disampaikan jaksa. "Sebab, ada fakta hukum yang terang benderang di persidangan, tapi masih terurai di surat tuntutan," ucapnya.
Jaksa Penuntut Umum KPK menyatakan Ajip terbukti bersalah. Ajib terbukti menerima suap Rp 1,195 miliar. Ia pun dijerat dengan Pasal 12-b juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain hukuman penjara, Ajib harus membayar denda Rp 200 juta atau subsider kurungan 6 bulan. Hal yang meringankan, menurut Jaksa, terdakwa telah mengembalikan semua uang yang diterimanya.
Ajib mengaku pernah menerima “uang ketok” saat menjabat sebagai Ketua DPRD Sumatera Utara. Uang ketok yang dia maksud adalah duit pemulus pengesahan APBD. Pada 2014, masing-masing anggota DPR mendapat Rp 50 juta, Badan Anggaran DPRD Rp 10 juta, dan sekretaris fraksi Rp 10 juta. Ketua fraksi masing-masing mendapat tambahan Rp 15 juta, Wakil Ketua DPRD Rp 75 juta, dan Ketua DPRD Rp 200 juta.
AKMAL IHSAN | RINA W