TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap proyek pembangunan listrik tenaga mikrohidro, Dewie Yasin Limpo, membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor. Dia mengajukan 40 pernyataan keberatan ke depan majelis hakim. Salah satunya adalah tuntutan terhadap dirinya yang dianggap terlalu berat.
"Setiady dan Irenius yang menyiapkan uang-uang tersebut hanya divonis 2 tahun. Tapi kenapa saya yang tidak tahu dan menerima sepeser pun, dituntut begitu tinggi, 9 tahun, oleh jaksa penuntut umum," ujar Dewie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Dewie dan staf ahlinya, Bambang Wahyu Hadi, didakwa menerima suap sebesar Sin$ 177.700. Keduanya diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Karena perbuatannya itu, Dewi dituntut hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Hukuman 9 tahun penjara terasa dimotivasi sesuatu yang misteri, janggal. Apakah tujuan penuntut umum semata-mata menuntut setinggi-tingginya," ujar Dewie.
Dewie juga mengklaim ada motif politik dalam perkara hukum yang menimpanya. "Sejak awal perkara, ada dinamika dan kepentingan politik di internal Partai Hanura," ujar dia. Dia juga menyesalkan pemecatan dirinya dari Partai Hanura sekaligus sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan hakim pada 13 Juni 2016.
AKMAL IHSAN | AS