TEMPO.CO, Sidoarjo - Sebanyak 30 orang yang tergabung dalam Paguyuban Ojek memperingati peristiwa 10 tahun semburan lumpur panas Lapindo, Minggu, 29 Mei 2016. Mereka berunjuk rasa di tanggul titik 21, Desa Siring, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Mereka beriringan membawa poster, tumpeng, dan sejumlah hasil bumi yang dulu sempat tumbuh di kampung yang kini terendam lumpur. Sebelum menjadi tukang ojek, mereka bekerja sebagai buruh pabrik, petani, dan membuka toko kelontong. ”Meski sebagian besar ganti rugi kami sudah lunas, hidup kami masih tetap sengsara,” ujar Achmad Haris, Ketua Paguyuban Ojek.
Satu dasawarsa telah berlalu. Warga menolak melupakan semburan lumpur panas yang menenggelamkan kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di sekitarnya. Lumpur itu pertama kali menyembur di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, 29 Mei 2006.
Tak hanya trauma. Persoalan ganti rugi ternyata belum juga tuntas. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menyatakan terdapat 84 berkas yang belum terbayar lunas dari jumlah total 3.331 berkas di peta area terdampak, 752 berkas belum lunas di luar peta area terdampak, dan 29 berkas yang belum dibayar sama sekali. Pihak humas BPLS, Khusnul Khuluk, menjelaskan bahwa 84 berkas yang belum lunas itu disebabkan oleh masalah validasi, belum ada kesepakatan harga dan masalah hak waris. ”Nilai total 84 berkas tersebut Rp 49,7 miliar,” kata dia.
Khusnul belum berani memastikan bisa-tidaknya berkas warga yang ada di peta area terdampak dibayarkan tahun ini. Soalnya, menurut dia, harus ada persetujuan DPR. “Dibayar dari talangan duit negara,” ujar dia.
Adapun sebanyak 752 berkas dengan jumlah total Rp 360 miliar belum dibayar karena BPLS dan warga belum sepakat soal harga. Ihwal 29 berkas yang belum dibayar sama sekali, Khusnul menjelaskan, tidak termasuk 3.331 berkas yang dibayar dari dana talangan yang diberikan pemerintah kepada PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 781 miliar.
Vice President PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darussalam Tabusala, menyatakan pihaknya tetap bertanggung jawab menyelesaikan kewajibannya, khususnya terhadap 84 berkas. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007, ganti rugi terhadap aset warga berupa tanah dan bangunan menjadi tanggung jawab PT Minarak, yang dibentuk sebagai anak perusahaan sekaligus juru bayar PT Lapindo Brantas Inc. ”Kami berkomitmen membayar hak warga,” ujar dia.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah meminta warganya melupakan tragedi satu dekade silam tersebut. ”Bagi warga yang ganti ruginya sudah dibayar, tidak terus menuntut. Mari kita bekerja secara profesional,” kata dia.
Saiful menyatakan pemerintah siap memediasi warga dan pengusaha dengan PT Minarak Lapindo Jaya. Menurut dia, ganti rugi korban lumpur Lapindo yang belum dibayar bukan kesalahan Minarak. ”Berkas warga belum komplet.”
NUR HADI | JALIL HAKIM