TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Abdus Somad meminta pemerintah mengambil sikap tegas terhadap maraknya aksi pengekangan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Karena itu, PPMI mendesak Presiden Joko Widodo segera mengambil langkah strategis untuk melindungi dan menyelesaikan masalah itu. “Buruknya kebebasan berekspresi di Indonesia perlu disikapi secara serius,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Ahad, 29 Mei 2016.
Menurut Somad, Presiden Jokowi mesti menjamin terpenuhinya hak rakyat untuk berekspresi dan berpendapat. Undang-Undang Dasar 1945 juga telah menjamin kebebasan berekspresi. Hal itu tertuang dalam Pasal 28 ayat 2 dan 3 serta Pasal 28 F. "Sebagai jaminan perlindungan terhadap kehidupan demokrasi yang sehat dan negara hukum yang berdaulat," kata Somad.
Menurut Somad, semangat toleransi yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar itu kini telah banyak dilanggar. Beragam aksi pembungkaman kebebasan berpendapat dan berekspresi marak terjadi di Indonesia. Bahkan, aksi intoleransi itu terjadi di lingkungan perguruan tinggi, yang semestinya menjunjung nilai demokrasi dan penghargaan terhadap perbedaan pendapat. “Kondisi bangsa dan nasib pendidikan tinggi saat ini jauh dari semangat demokrasi," tuturnya.
Karena itu, Somad meminta Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengambil sikap dan langkah konkret untuk memurnikan kembali peran perguruan tinggi. Somad mengatakan perguruan tinggi seharusnya bisa menjadi ruang akademis yang bebas mengkaji pengetahuan apa pun tanpa ada intervensi dari pihak lain. "Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 pada Pasal 8 dan 9 menjelaskan, pemimpinan perguruan tinggi bertanggung jawab melindungi kebebasan mimbar akademis dan otonomi keilmuan," ujar Somad.
Pers mahasiswa yang menjadi salah satu lembaga penyampai aspirasi dan ide kritis juga sering kali menjadi korban kondisi tersebut. Beragam kasus, mulai pelarangan berpendapat, intimidasi, hingga pembredelan media dialami pers mahasiswa.
Tak hanya itu, banyak acara diskusi atau pemutaran film sejarah yang diselenggarakan oleh pers kampus dilarang. PPMI mencatat, ada 47 kasus kekerasan terhadap aktivis pers mahasiswa selama 2013-2016. Pelaku kekerasan terhadap aktivis pers mahasiswa berasal dari aparatus keamanan negara, birokrasi kampus, dan instansi pemerintah lainnya.
Karena itu, PPMI menyerukan kepada semua aktivis pers mahasiswa di Indonesia untuk memperkuat simpul jaringan dan kekuatan guna melawan kekerasan dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi. Selanjutnya, ia meminta mereka menerapkan konsep berjejaring dan saling menguatkan sebagai upaya membangun semangat pers mahasiswa. "Menyerukan kepada seluruh pers mahasiswa agar bersatu dan tidak mementingkan golongan individu dan lembaga tertentu, yang berpotensi memperlemah semangat perjuangan pers mahasiswa," kata Somad. Pernyataan bersama itu PPMI tuangkan dalam Deklarasi Jember yang tercetus saat Rapat Pimpinan Nasional II PPMI yang diadakan di Jember.
MAYA AYU PUSPITASARI