TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan hukuman kebiri yang bakal diberlakukan tidak berarti memutus fungsi reproduksi. "Kebiri kimiawi, supaya ini menjadi obat bagi dia (pelaku kekerasan seksual) untuk tidak melakukan kembali hal yang merugikan anak bangsa ke depan," katanya di Pondok Pesantren Ulul Albab, Desa Candipuro Wetan, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu, 28 Mei 2016.
Kebiri kimiawi, ujar Khofifah, memiliki jangka waktu dua tahun dan dilakukan melalui rekam medis tertentu. Masa berlaku kebiri kimiawi ini, kata dia, dua tahun sebelum mereka dibebaskan dari penjara. Tambahan hukuman kebiri kimia hanya diberlakukan bagi pelaku pedofilia yang korbannya dicabuli berkali-kali. "Pelaku pedofil itu korbannya anak-anak yang sudah berkali-kali, yang sudah berkali-kali itu, kebiri kimiawi, supaya ini menjadi obat," tuturnya.
Khofifah juga mengatakan, ihwal hukuman kebiri, dalam pro-kontranya, sudah didiskusikan cukup lama. "Debat publik dikomandoi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, sudah lama," katanya. Dari sisi yang setuju ataupun yang tidak setuju, ketika Presiden sudah mengambil keputusan, mungkin masing-masing pihak sudah membaca.
"Itu bukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Kebiri, melainkan Perpu Perlindungan Anak revisi kedua," ucapnya. Revisi ini dituangkan dalam pasal 81 dan 82. "Terkait dengan pemberatan hukuman dan tambahan hukuman," katanya. "Tambahan hukuman pun, yang pertama, terkait dengan publikasi identitas pelaku, kebiri kimia, dan deteksi elektronik berupa cip."
Khofifah mengatakan, nantinya korban, keluarga, serta pelaku akan melalui proses rehabilitasi. "Mungkin setelah membaca perpu yang sudah dikeluarkan, masyarakat bisa memahami bahwa ini bukan memutus mata rantai kemungkinan hilangnya fungsi reproduksi, tidak," ujarnya. Kebiri kimiawi itu merupakan hukuman tambahan yang diputuskan dalam persidangan.
"Dalam kekerasan atau kejahatan seksual terhadap anak, ada yang mungkin terkena hukuman seumur hidup, ada yang mungkin hukuman mati, atau ada yang mungkin hukuman sepuluh tahun," katanya. Sebab, ada juga hukuman minimum sepuluh tahun, seumur hidup, dan hukuman mati. "Itu ada pada kategori pemberatan hukuman, pada kategori tambahan hukuman, bisa saja plus publikasi identitas pelaku, tapi bisa juga plus kebiri kimiawi, bisa juga plus deteksi elektronik."
Khofifah mengatakan semua hukuman tetap melalui proses rehabilitasi, bagi korban, keluarga korban, ataupun pelaku. "Untuk cip, di Korea Selatan sudah diberlakukan," katanya. Semua tambahan hukuman masing-masing akan dijabarkan dalam bentuk peraturan pemerintah. "Jadi Perpu I Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak revisi kedua ini sebetulnya memandatkan adanya peraturan pemerintah."
Nantinya, soal proses kebiri kimia, publikasi identitas pelaku, deteksi elektronik berupa cip, serta rehabilitasi, hingga siapa yang akan mengawasi akan dirinci dalam peraturan pemerintah. "Ada pengawasan dari dimensi hukum, dimensi kesehatan, dan dimensi sosial, semua akan dijabarkan dengan detail ke dalam peraturan pemerintah yang sekarang disiapkan," ucapnya.
DAVID PRIYASIDHARTA