TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Mayjen TNI Yoedhi Swastanto menampik isu kembalinya zaman orde baru dengan pembentukan kantor pertahanan di daerah. "Justru kami menjunjung asas demokrasi," katanya kepada Tempo di kantornya Jumat 27 Mei 2016.
Sebelumnya, Kontroversi pembentukan Kantor Pertahanan mencuat setelah Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya Widodo mengirim surat ke Markas Besar Tentara Nasional Indonesia mengenai personel kantor tersebut. Dalam surat yang dikirim pada 13 Mei lalu itu, Widodo meminta anggota TNI menjadi staf Kantor Pertahanan di setiap provinsi.
Baca Juga:
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menganggap kebijakan Kementerian Pertahanan menempatkan anggota TNI aktif di Kantor Pertahanan tidak tepat. Ia mengingatkan TNI seharusnya mempertahankan wilayah dari musuh yang berasal dari luar. "Bukannya justru semakin ke dalam dan seperti memusuhi rakyat," katanya.
Haris mengatakan penempatan anggota TNI di daerah itu membuat pengawasan kepada masyarakat semakin tinggi. "Sepertinya ini lebih ganas dari Orde Baru," katanya.
Yoedhi mengatakan pembentukan Kantor Pertahanan di daerah justru akan meningkatkan fungsi sipil dalam pertahanan di daerah karena selama ini yang ada hanya fungsi pertahanan di bidang militer. "Sejak TNI dan Pertahanan dipisah, saat reformasi dulu, sampai sekarang belum ada organisasi resmi pertahanan di daerah," katanya.
Setelah Kementerian Pertahanan dan TNI dipisah urusan pertahanan negara diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Sejak itu pula belum ada lembaga resmi Kementerian Pertahanan di daerah. Namun karena kebutuhan, kata Yoedhi, kegiatan Kementerian Pertahanan di tingkat daerah itu sempat dilaksanakan oleh TNI di Komando Daerah Militer (Kodam).
Beberapa tahun berjalan, kebijakan TNI di Kodam menjalankan tugas pemerintah dalam pertahanan ternyata disadari tidak sesuai Undang Undang TNI yang menyatakan tentara adalah pelaksana teknis yang dipersenjatai untuk melakukan tugas pertahanan negara. Kewenangan TNI itu pun dicabut melalui Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2012. Sehingga Kemenhan membuat Pengendali Pusat Kantor Pertahanan (PPKP) yang melaksanakan tugas Kemenhan di daerah. Pelaksana PPKP ini adalah orang TNI yang sudah tidak masuk dalam struktur TNI, namun berkoordinasi dengan Kemenhan. “Lembaga PPKP perwakilan Kemenhan di daerah yang sudah berjalan, namun sifatnya ad hoc sambil menunggu legalitasnya,” kata Yoedhi.
Setelah menunggu legalitas kantor pertahanan dibahas, akhirnya kepastian bolehnya pembentukan lembaga perwakilan Kementerian Pertahanan ditegaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertahanan pasal 48 yang menjelaskan Instansi Vertikal. “Dalam pembentukan ini tentu kami sudah bekerja sama dengan Kemenpan RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan instansi terkait,” katanya.
Dengan landasan aturan setingkat Peraturan Presiden, Yoedhi pun mengeksekusi aturan itu dengan membentuk secara resmi kantor pertahanan di daerah yang sebelumnya bernama Pengendali Pusat Kantor Pertahanan (PPKP). Yoedhi mengatakan bila pelaksanaan Kementerian Pertahanan tetap dibiarkan ke Kodam, hal itu yang berarti tetap pada zaman orde baru.
Ia mengakui saat terbentuk Kantor Pertahanan di 34 provinsi nanti kemungkinan akan ada orang yang berlatar belakang TNI yang melaksanakan tugas Kemenhan. Namun ptugas TNI itu, nantinya melaksanakan tugas pemerintahan seperti yang dilakukan Kementerian Pertahanan. Petugas TNI itu pun akan keluar dari struktur organisasi TNI dan menerima komando dari Kemenhan. "Janganlah ada dikotomi petugasnya TNI atau sipil. Kalau dia bekerja di Kementerian pertahanan, ia melakukan tugas pemeritah bagian pertahanan di bawah komando presiden sebagai kepala pemerintahan, bukan tugas militer," kata Yoedhi.
Kondisi itu terjadi pula di Kementerian Pertahanan yang sumber dayanya berasal dari tentara dan sipil. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang masih tentara aktif, namun tugasnya tetap mempertahankan negara dalam konteks nonmiliter. Ada pula stafnya setingkat eselon 2 yang berlatar sipil bekerja di Kementerian Pertahanan. Yoedhi pun meminta agar masyarakat tidak khawatir secara berlebihan. "Kalau tidak ada Kantor Pertahanan di daerah, fungsi pertahanan bisa dikembalikan di Kodam seperti Orde Baru. Apa mau seperti itu," katanya.
MITRA TARIGAN