TEMPO.CO, Cirebon - Reklamasi di pantai Cirebon terindikasi salahi aturan lingkungan. Sanksi administrasi dan jerat pidana pun mengancam.
Seperti diketahui, saat ini pantai di sekitar Pelabuhan Cirebon tengah direklamasi. Pelaksana reklamasi PT Gamatara Trans Ocean Shipyard dan sudah berlangsung sejak 2013.
Tujuan reklamasi yaitu untuk pembuatan dok kapal. Namun diduga, PT Gamatara melakukan pelanggaran. Di antaranya yaitu luasan reklamasi melebihi dari areal yang sudah diizinkan. Dari luas areal 4 hektar, namun kenyataannya areal yang direklamasi mencapai lebih dari 5 hektar.
Pelanggaran tersebut ditemukan saat tim penegakan hukum dari Dirjen Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, Jumat, 27 Mei 2016. Bahkan saat tim melakukan sidak, diketahui pengelola tidak memiliki detail engineering design (DED) reklamasi. “Kok seperti menimbun saja,” kata Ridho. Bahkan saat ditanyakan legalitas dokumen material penimbun yang dipakai untuk mereklamasi, pengelola pun tidak bisa memperlihatkannya.
Tidak hanya itu, patok-patok pembatas pun diduga telah dipindahnya. Ini yang menjadi salah satu penyebab luasan reklamasi bertambah.
Saat ditanyakan mengenai perizinan reklamasi, Ridho pun mengungkapkan jika reklamasi yang dilakukan oleh PT Gamantara memiliki izin dari Kementrian Perhubungan serta UKL dan UPL dari Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon. Namun didapatkan fakta jika pengurusan dokumen UKL dan UPL baru ditempuh oleh PT Gamatara setelah reklamasi dilakukan.
Hingga kini, reklamasi di pantai pelabuhan Cirebon itu pun belum memiliki izin amdal dari Kementrian Lingkungan Hidup. “Namun dugaan sementara terjadi perbedaan luas areal yang direklamasi. Dimana reklamasi dilakukan tidak sesuai dengan areal yang diizinkan,” kata Ridho.
Ini berarti telah terjadi pelanggaran terhadap UU No 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Ridho mengatakan pihaknya akan menyiapkan sanksi administrasi berupa penghentian kegiatan reklamasi, pembekuan maupun pencabutan izin dari PT Gamatara. Selain sanksi, ada pula jerat hukum pidana, terutama jika terbukti ada aturan tentang lingkungan hidup yang dilanggar serta hak masyarakat yang diabaikan.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, yang juga ikut dalam sidak tersebut mengungkapkan jika pembangunan apa pun harus ditempatkan pada tempat yang tepat. “Laut ini milik bersama, jadi jangan sampai ada kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan, yang dirugikan dengan adanya reklamasi di pantai Cirebon ini,” kata Herman.
Herman mendesak agar reklamasi yang tidak berizin segera disegel. Pelanggaran tersebut merupakan kejahatan lingkungan.
Sementara itu, Direktur PT Gamatara Trans Ocean Shipyar, Muarif, mengaku jika proyek reklamasi yang mereka lakukan sudah mengantongi sejumlah perizinan. Dia menargetkan jika akhir tahun ini, proyek senilai Rp 100 miliar tersebut telah selesai. “Jadi tahun depan sudah bisa beroperasi,” kata Muarif.
Namun saat didesak adanya aturan yang dilewati dalam pelaksaan proyek reklamasi tersebut, Muarif pun akhirnya mengungkapkan jika pihaknya masih menunggu semua proses perizinan selesai, maka akan membutuhkan waktu yang lama. “Bisa-bisa membangun sama nunggu birokrasi, lama nunggu birokrasinya,” kata Muarif.
IVANSYAH