TEMPO.CO, Palangkaraya - Berdasarkan data Komisi Kehutanan DPR, saat ini ada sekitar 1,5 juta hektare lahan milik perusahaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah yang terindikasi ilegal karena menggunakan kawasan hutan. Untuk menindaklanjuti hal itu, Komisi membentuk panitia kerja yang mereka namakan Panja Pengalihan Lahan Kehutanan.
"Kasus ini yang pertama kali kami tangani karena adanya laporan dari masyarakat. Luasnya lahan yang mereka kuasai sekitar 40 ribu hektare dan melibatkan tiga perusahaan. Lahan diduga ilegal, sebab, berdasarkan bukti pemetaan menggunakan citra satelit, sangat jelas lahan mereka masuk kawasan hutan produksi," ujar Daniel Johan, anggota Komisi Kehutanan, Kamis, 26 Mei 2016.
Menyinggung soal tugas, menurut politikus asal Kalimantan Barat ini, Panja berkewajiban memetakan seluruh lahan yang dianggap berdiri di atas kawasan hutan. Dari pemetaan itu, pihaknya akan merumuskan jalan keluar terbaik. Misalnya, kalau terjadi pelanggaran, harus ada pertanggungjawaban secara hukum.
Selain itu, kalau memang masih bisa dilakukan penghutanan kembali, akan dilakukan. "Kita juga bisa masuk ke proses rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP), tapi harus ada sanksi secara hukum atau memberikan pemasukan kepada negara sehingga negara tidak dirugikan," katanya.
Misalnya, ada perusahaan yang sudah memakai lahan seluas 15 ribu hektare. Maka, perusahaan itu harus dikenakan sanksi. "Di luar sanksi administrasi, sanksi pidana harus tetap berjalan. Kalau nanti penyelesaiannya masuk konteks RTRWP, kami kasih jalan, kemudian dilepas dari kawasan kehutanan. Selain itu, harus dipastikan proses plasma masyarakat terpenuhi, yakni 30-40 persen harus balik ke masyarakat," ujarnya.
KARANA W.