TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Bank Dunia, Phillip O'Keeffe, mengatakan tingkat depresi warga usia lanjut (lansia) di Indonesia cenderung lebih kecil dibanding negara lain di Asia. Padahal, menurut data Bank Dunia, lansia di Indonesia cenderung bekerja lebih banyak dalam kesehariannya.
"Kami melihat angka depresi di dunia. Di Indonesia, walaupun lansianya banyak yang masih bekerja keras, angka depresinya rendah, bahkan pada usia lanjut. Ini luar biasa. Ini berbeda dengan di Cina yang justru tingkat depresi lansianya meningkat terus. Pun halnya dengan di Korea yang angka bunuh dirinya tinggi," ucap O'Keeffe dalam diskusi bertajuk panjang umur dan sejahtera di kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Senin, 23 Mei 2016.
Berdasarkan data Bank Dunia, di sejumlah negara Asia Timur dan Pasifik (ATP), termasuk Indonesia, laki-laki yang berusia di atas usia 65 tahun rata-rata bekerja 40 jam atau lebih per minggu. Sedangkan perempuannya bekerja 30-45 jam per minggu. Hal tersebut terjadi di wilayah perkotaan.
"Di perkotaan, kenaikan persentase wiraswasta sekitar umur 60 tahun mencerminkan fakta bahwa pekerja wiraswasta perkotaan masih tetap bekerja setelah pensiun dari sektor formal," ujar O'Keefe. Di pedesaan, angkanya lebih kecil, dengan jam kerja mencapai 30-40 jam per minggu bagi lelaki dan 20-35 jam per minggu bagi perempuan.
Karena itu, O'Keefe merasa heran dengan rendahnya tingkat depresi orang Indonesia. Padahal, dari segi banyaknya jam kerja, lansia Indonesia memiliki jam kerja terpanjang bersama Cina dan Korea.
O'Keeffe menyebutkan hal ini kemungkinan terjadi karena warga lanjut usia sudah terbiasa tak terpenuhinya fasilitas kesehatan yang dimiliki. Karena buruknya pelayanan pemerintah selama ini, tutur dia, warga lanjut usia tidak berharap pemerintah akan membantu. Ini justru yang membuat warga itu tidak stres.
EGI ADYATAMA