TEMPO.CO, Bogor - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M. Yusuf, mengusulkan alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk peningkatan kesejahteraan penegak hukum. Terutama, dia menunjuk, penegak hukum dari kejaksaan dan kepolisian.
"Ada potensi lain untuk memberikan kesejahteraan bagi penegak hukum yakni dari dana CSR," kata Yusuf dalam pelatihan bersama peningkatan kapasitas penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi di Hotel Aston Bogor, Senin 23 Mei 2016.
Yusuf mengatakan, dana CSR ada di Kementerian BUMN. Selain langsung untuk penegakkan hukum, alokasinya juga bisa melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membangun perumahan bagi penegak hukum yakni Kejaksaan dan kepolisian.
M Yusuf menganggap alokasi dana yang didapat dari APBN tidak terlalu besar malah cenderung tidak cukup. Sedangkan perkara dan kasus dituntut harus selesai. "Dananya cenderung tidak manusiawi karena selama ini biaya penanganan untuk satu perkara itu sangat minim," kata dia.
Dia mencontohkan satu kasus dengan penangkapan tersangka di Banyuwangi, sedangkan persidangan harus di Surabaya. "Alokasi dana yang ada saat ini sangat tidak adil."
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah membenarkan beban anggaran itu. "Banyak perkara yang ditangani kejaksaan berada di kabupaten/kota yang sidangnya di ibu kota provinsi," kata dia.
Bahkan ada beberapa kasua di daerah luar dan kepulauan dalam penanganan kasusnya harus menggunakan kapal dan pesawat. "Itu pun satu Kejari, satu perkara, anggarannya," kata dia.
Ketua KPK, Agus Rahardjo, berharap ada penambahan alokasi dana untuk kesejahteraan penegak hukum di APBN. Namun dia juga melihat banyak tugas di pemerintahan yang tumpang tindih antar instansi, termasuk dalam penegakan hukum. "Jika disederhanakan pengeluarannya lebih efisien," kata dia.
M SIDIK PERMANA