TEMPO.CO, Semarang - Sebanyak 5 juta pemudik bakal masuk Jawa Tengah menjelang lebaran tahun 2016. Mereka datang lewat jalur darat, udara dan laut.
“Namun paling banyak jalur darat yang selama ini penanganannya tak mudah,” kata Pakar Transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, Senin 23 Mei 2016.
Djoko menyebutkan mudik itu sebagai anomali sosial yang efeknya berdampak pada ekonomi di daerah. Dengan begitu ia mengatakan efek kemacetan jalan raya yang ada di Jawa Tengah saat mudik bukan jadi masalah. “Yang jadi masalah adalah bila kecelakaan dan muncul korban jiwa,” kata Djoko menambahkan.
Djoko memaklumi efek kemacetan saat musim mudik dan angkutan balik sebelum dan usai lebaran, karena kondisi jalan raya yang tak mampu menampung banyaknya angkutan pribadi mudik. Namun ia mengingatkan fenomena itu justru memberi keuntungan secara ekonomi bagi daerah yang dilalui.
Namun hasil kajianya memprediksi efek musim mudik tahun 2016 sulit dinikmati daerah Kabupaten Brebes yang telah punya jalan tol. “Kendaraan roda empat jarang lewat Pantura, mereka masuk tol dan keluar di Tegal,” kata Djoko.
Efek transit pemudik yang mendorong perputaran uang justru terjadi di di jalan alternatif yang saat ini mudah diakses oleh kemajuan teknologi informasi lewat media sosial dan layanan provider. Kemudahan itu menimbulkan pemudik dengan angkutan pribadi bebas menentukan pemberangkatan dari Jakarta sesukanya.
Apalagi hasil survei pemudik kendaraan pribadi mayoritas memilih berangkat dini hari dari Jakarta, mereka sudah antisipasi dengan informasi jalan yang mudah di akses.
Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah. Ir. Bambang Nugroho menyatakan berupaya melayani dengan baik mudik yang kini menjadi ritual penting bagi masyarakat itu. Namun ia tak memungkiri tantangan melayani mudik tahun ini semakin banyak.
“Kami menerima 129 kilometer jalan daerah yang diserahkan provinsi yang harus kami rawat dan bangun,” kata Bambang.
Menurut dia, sebanyak 70 kilometer jalan yang diserahkan itu kondisinya rusak parah, sedangkan sisanya tak jauh berbeda. Jalan itu sebelumnya hanya kapasitas untuk sumbu angkutan kurang dari 8 ton dengan lebar kurang 6 meter.
Namun sejak diserahkan ke provinsi jalan itu harus memenuhi standar lebar dan kapasitas sesuai dengan kebutuhan angkutan antar daerah.
“Sedangkan penyerahan pada bulan Februari, belum kami anggarkan di tahun 2016,” kata Bambang menjelaskan.
Menurut dia, anggaran untuk infra struktur jalan tahun ini Rp 2,5 triliun atau naik dua kali lipat dari tahun lalu dengan sasarannya yang hampir dilakukan perawatan dan pembangunan 390 kilometer.
Jalan yang dibangun itu mengarah pada lima nilai strategis mengutamakan akses pariwisata, pantai utara Pantura, jalan jalan penghubung Pantura Selatan dan daerah perbatasan provinsi.
EDI FAISOL