TEMPO.CO, Banda Aceh - Para pegiat hak asasi manusia di Aceh memperingati peristiwa kekerasan Jamboe Keupok yang terjadi 13 tahun lalu, saat konflik bersenjata antara GAM dan TNI terjadi. Peringatan dipusatkan di Gampong Jamboe Keupok, Kecamatan Kota Bahagia, Kabupaten Aceh Selatan, Selasa malam, 17 Mei 2016.
Para aktivis memperingati momen itu secara sederhana bersama keluarga korban dan unsur pemerintah daerah setempat. “Ini bagian dari merawat ingatan dan menuntut keadilan,” kata Hendra Saputra, koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Rabu, 18 Mei 2016.
Menurut dia, peringatan itu dipusatkan di tempat kejadian. Peristiwa Jamboe Keupok, kata dia, meliputi penyiksaan, pembunuhan, dan pembakaran terhadap 16 warga Desa Jamboe Keupok, Aceh Selatan, yang dilakukan aparat keamanan. Atas pelanggaran HAM tersebut, telah dilakukan projustisia (penyelidikan) oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang berkas penyelidikannya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Kata Hendra, kegiatan yang dilakukan saban tahun itu bertujuan untuk merawat memori. Selain itu, peringatan tersebut merupakan ekspresi untuk meminta pertanggungjawaban negara. “Selama ini, keluarga korban telah melakukan berbagai upaya untuk meminta pertanggungjawaban negara atas kasus tersebut,” ujarnya.
Korban, kata dia, juga meminta Presiden dan Gubernur Aceh melakukan upaya-upaya konkrit, cepat, dan sistematis, guna memenuhi hak korban pelanggaran HAM masa lalu, termasuk hak kebenaran, hak keadilan, hak pemulihan, dan jaminan ketidakberulangan. Komnas HAM juga diminta mengungkapkan kebenaran dan menegakkan hukum atas kasus tersebut.
Anggota Komnas HAM, Otto Syamsuddin Ishak, kepada Tempo, mengakui pihaknya telah turun menyelidiki kasus Jambo Keupok di Aceh Selatan. “Hasilnya telah disampaikan ke Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Komnas HAM, kata dia, serius menangani kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu di Aceh. Otto berharap, masyarakat mendukung upaya yang dilakukan Komnas HAM.
ADI WARSIDI