TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dan penulis buku tentang Tan Malaka, Harry A. Poeze, menyayangkan sweeping buku-buku kiri dan simbol-simbol mirip Partai Komunis Indonesia yang marak terjadi belakangan ini. "Kejadian ini menggelisahkan saya," kata Poeze dalam diskusi dengan Tan Malaka Institute di Beji, Depok, rumah anggota DPR dari Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu, Senin malam, 16 Mei 2016.
Menurut Poeze, yang juga Direktur KITLV di Belanda, belum diketahui apa latar belakang kejadian ini. Memang banyak spekulasi, tapi Poeze belum bisa menyimpulkan. "Yang pasti, ini masalah elite. Ada TNI di situ," ujarnya.
Yang pasti, dia akan memasukkan peristiwa politik baru di Indonesia ini dalam buku keenam atau terakhirnya tentang Tan Malaka. Buku ini akan membeberkan gerakan kiri dan pengikut Tan Malaka sampai sekarang. "Nanti akan saya jelaskan semua."
Poeze mengaku gembira dengan diskusi Tan Malaka di Beji karena dihadiri oleh para pengikut Tan Malaka. Pertanyaan dan pemikiran para aktivis Tan Malaka Institute akan mewarnai buku barunya nanti.
Para aktivis yang datang dalam diskusi di Beji itu adalah Khatibul Umam; pendiri Tan Malaka Institute, Ben Tanur; Ketua Majelis Prodem, Bob Randilawe; keponakan Tan Malaka, Zulfikar; pendiri AJI, Dadang RHS; guru besar Fisip UI, Profesor Zulhazril Nasir; serta sutradara film Tan Malaka, Daniel Rudianto dan Erik Wirawan; serta Sarman.
Diskusi ini kelanjutan diskusi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia tentang menjelang 120 tahun Tan Malaka yang jatuh pada Juni mendatang. Menurut Ben, diskusi di UI menjadi langkah awal yang baik untuk mengingatkan kembali generasi muda tentang pendiri bangsa, Tan Malaka.
JOBPIE SUGIHARTO