TEMPO.CO, Bandung - Yayasan Margasatwa Tamansari selaku pengelola Kebun Binatang Bandung mengaku pasrah dengan ancaman somasi dari Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Somasi dilayangkan terkait dengan tuduhan penunggakan sewa lahan selama sembilan tahun serta tidak dibayarkannya 10 persen pajak hiburan ketangkasan dari retribusi tiket yang menjadi hak Pemerintah Kota Bandung.
Tidak hanya soal somasi, Yayasan Margastwa Tamansari juga pasrah dengan adanya ancaman penutupan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat. Penutupan dilakukan karena khawatir adanya penularan penyakit atau virus dari satwa kepada pengunjung.
"Ya, setuju (dikatakan pasrah). Somasi itu seperti apa, bagaimana, kami mengikuti saja," ujar kuasa hukum Yayasan Margasatwa Bandung, Edi Permadi, saat ditemui di pintu satu Kebun Binatang Bandung, Senin, 16 Mei 2016.
Sebagai kuasa hukum, Edi tidak banyak memberikan keterangan ihwal upaya lanjutan dari Yayasan Margasatwa Tamansari dengan ancaman somasi dan penutupan. Edi lebih sering mengatakan tidak tahu.
"Saya sampaikan kepada kawan-kawan, pada dasarnya Kebun Binatang tidak ingin ada propaganda dan pertentangan. Jadi kami mohon maaf kami tidak bisa memberikan statement yang sifatnya propaganda," katanya.
Meski demikian, Edi menjelaskan saat ini pengelola Kebun Binatang Bandung tengah berbenah diri untuk memenuhi kelayakan tempat konservasi sesuai syarat-syarat yang sudah diminta BBKSDA Jawa Barat ketika gajah Yani ditemukan mati. "Saat ini Kebun Binatang Bandung tengah mengadakan perubahan dan perbaikan untuk kesehatan dan kesejahteraan hewan," tuturnya.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengaku akan melakukan somasi secepatnya. "Lagi pengumpulan data dua hari ini, mudah-mudahan besok ada kabar. Besok tim penasihat hukum Pemkot Bandung dari Unpad akan memberikan paparan dan kajian hasilnya seperti apa," katanya.
Ridwan Kamil menambahkan, persoalan antara Pemerintah Kota Bandung dan pengelola Kebun Binatang Bandung hanya sebatas masalah tunggakan-tunggakan. Sebelum masuk ke pengadilan, kasus tersebut akan coba diselesaikan antarkuasa hukum. "Biar hukum yang menentukan kebenaran ada di pihak mana," ujarnya.
PUTRA PRIMA PERDANA