TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan kecewa terhadap hasil putusan pengadilan etik terhadap anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri dalam kasus tewasnya Siyono. Siyono adalah warga Cawas, Klaten, yang tewas setelah ditangkap Densus 88 pada 10 Maret 2016.
Dari hasil penyelidikan di internal Densus 88, diketahui bahwa dua anggota Densus 88, yaitu AKBP T dan Ipda H, telah melakukan pelanggaran dalam penangkapan Siyono. Keduanya diharuskan mengikuti sidang etik Mabes Polri atas kesalahan yang mereka lakukan. Pada 10 Mei 2016, melalui data yang diperoleh Kontras, Majelis Etik Mabes Polri memutuskan keduanya divonis dengan kewajiban meminta maaf kepada atasannya maupun institusi Polri serta mendapat sanksi demosi.
Haris Haris Azhar, Koordinator Kontras, mengungkapkan kekecewaannya terhadap vonis ringan itu. "Ada anggota Polri yang diduga kuat membunuh orang kok hanya diberi sanksi ringan,” kata Haris Azhar, Senin, 16 Mei 2016.
Haris juga mengungkapkan seharusnya Majelis Etik Polri mengungkap siapa saja oknum Densus 88 yang terlibat penangkapan Siyono dan juga mengungkap bagaimana proses hingga Siyono bisa meninggal. “Para pelaku juga seharusnya diproses melalui peradilan umum, tidak hanya peradilan etik,” lanjut Haris.
Kasus terbunuhnya Siyono ini bermula pada Maret lalu, Siyono ditangkap Densus 88 karena diduga terlibat kegiatan terorisme. Beberapa hari setelah ditangkap, pada 10 Maret 2016, keluarga Siyono diberi kabar bahwa Siyono meninggal. Diduga kuat Siyono tewas karena disiksa. Keluarga Siyono tidak terima dan lantas mengadukan kasus itu.
LUCKY IKHTAR RAMADHAN