TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Dewie Yasin Limpo, dan stafnya, Bambang Wahyu Hadi, dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, 16 Mei 2016. Keduanya didakwa menerima suap proyek pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua, sebesar Sin$ 177.700.
"Kami meminta majelis hakim memberikan hukuman 9 tahun pidana kepada terdakwa I (Dewie) dan terdakwa II (Bambang) karena terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa penuntut umum dari KPK, Kiki Ahmad Yani, di ruang sidang Kartika 2, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 16 Mei 2016. Dewie dan Bambang juga dituntut membayar Rp 300 juta atau subsider 6 bulan penjara.
Jaksa mengatakan ada beberapa hal yang membuat hukuman Dewie semakin tinggi. Salah satunya adalah Dewie dan Bambang membuat citra buruk kepada anggota DPR.
Selain itu, Dewie juga diduga memanfaatkan jabatannya sebagai anggota DPR untuk korupsi. Dewi pun sama sekali merasa tidak bersalah dan menyesali perbuatannya.
Keduanya dikenakan Pasal 12-a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Seusai dibacakan tuntutan, Dewie terlihat menangis. Dewie mengaku tidak bersalah setelah mendengar tuntutan 9 tahun pidana untuknya oleh jaksa penuntut umum dari KPK.
Tahun lalu, KPK menetapkan anggota Komisi Energi DPR, Dewie Yasin Limpo, sebagai tersangka penerima suap. Selain adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo itu, KPK menetapkan empat tersangka lain. Mereka adalah sekretaris pribadi Dewie, yakni Rinelda Bandaso, dan staf ahli Dewi bernama Bambang Wahyu Hadi.
ARIEF HIDAYAT