TEMPO.CO, Balikpapan - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) merilis jumlah korban tewas tenggelam di lubang bekas tambang batu bara di Kutai Kartanegara dan Samarinda, Kalimantan Timur, sudah mencapai 24 orang.
Dinamisator Jatam Kalimantan Timur, Merah Johansyah, menjelaskan, korban ke-24, yang bernama Wilson, 17 tahun, ditemukan tewas tenggelam di bekas lubang tambang milik PT Insani Bara Perkasa di kilometer 9 Loa Janan, Kutai Kartanegara.
Wilson, yang baru saja lulus ujian nasional, itu dilaporkan tewas tenggelam pada Minggu, 15 Mei 2016, pukul 16.00 WIB. “Hingga saat ini masih dilakukan pencarian oleh tim SAR,” kata Johansyah, Senin, 16 Mei 2016.
Berdasarkan data yang dihimpun Jatam Kalimantan Timur, di wilayah Kalimantan Timur terdapat 4.464 lubang tambang dari total 1.488 Izin Usaha Pertambangan (IUP), dengan cakupan luas 5,4 juta hektare. Masing-masing perusahaan setidaknya membuka tiga lubang tambang. “Kami menyerukan pemerintah segera menutup tambang-tambang bermasalah,” ujar Johansyah.
Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari mengakui korban tenggelam di lubang bekas tambang terus bertambah. Lubang yang tidak segera ditutup kembali (reklamasi) berubah menjadi danau dengan air yang jernih. “Merangsang orang berenang, padahal berbahaya,” ucapnya.
Rita mengatakan di daerahnya terdapat 453 perusahaan tambang batu bara. Namun, sejak kewenangan yang berkaitan dengan pertambangan diambil alih Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, pihaknya tidak bisa melakukan penertiban. “Kami panggil, tidak pernah mau datang. Diberi teguran, tidak diindahkan,” tuturnya.
Wali Kota Samarinda Sjaharie Jaang juga mengatakan hal yang sama. Dalam 10 tahun terakhir, terdapat 51 perusahaan pemilik IUP. Mayoritas tambang di Samarinda sudah memasuki masa penanganan pasca-tambang berupa reklamasi. Sedangkan dana reklamasi Rp 80 miliar diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. “Kami juga sulit melakukan penindakan karena kewenangan ada di tingkat provinsi,” katanya.
Rahmawati, ibunda Muhammad Raihan Saputra, 10 tahun, salah seorang korban, hingga saat ini masih menunggu keadilan atas hilangnya nyawa putranya sejak empat tahun lalu. Raihan tenggelam kala berenang di lubang bekas tambang batu bara, beberapa meter dari rumahnya di Sempaja, Samarinda.
Berbagai cara dilakukan Rahmawati. Selain mendesak pemerintah menutup lubang bekas galian tambang, ia membuat petisi penghentian aktivitas pertambangan batu bara di Samarinda. Petisinya mendapat dukungan lebih dari 10 ribu orang.
Rahmawati juga menyempatkan diri menemui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise saat melakukan kunjungan kerja ke Samarinda pada akhir 2015. “Saya meminta keadilan atas kematian anak saya,” ujarnya.
SG WIBISONO