TEMPO.CO, Yogyakarta - Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menolak razia atau sweeping buku, baik pada tingkat penerbit, percetakan, maupun pengecer di toko-toko buku. Terutama yang ditolak adalah razia buku yang dianggap oleh sekelompok orang memuat paham kiri.
"Yang merazia atau sweeping buku itu justru tidak Pancasilais," kata Ketua IKAPI Daerah Istimewa Yogyakarta Akhmad Fikri A.F., Minggu, 15 Mei 2016.
Bahkan Akhmad Fikri mengatakan ide-ide dalam Pancasila juga mengandung ajaran kiri. Seperti ide-ide atau kandungan dalam sila-sila, kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Namun Pancasila sebagai dasar negara sangat agamis jika dilihat dari sisi nilai-nilainya. "Pancasila itu sangat kiri jika dilihat dari kandungan dan gagasannya. Gagasannya juga sangat nasionalis," ujar Akhmad Fikri.
Razia buku oleh aparat keamanan maupun organisasi masyarakat sangat menyakitkan bagi para penerbit. Apalagi pemerintah masih minim kepedulian terhadap dunia perbukuan.
Soal buku yang isinya tentang sejarah komunisme di Indonesia, Akhmad Fikri mengatakan, juga tidak perlu dirazia atau diberangus. Apalagi di Internet pun sudah banyak konten yang mengutarakan sejarah-sejarah komunisme. "Komunisme di Indonesia sudah mati. Di negeri asalnya juga sudah mati," tutur Fikri.
Lalu, bagaimana jika konten buku itu provokatif dan cenderung fitnah? Ia menegaskan ada jalur hukum yang ditempuh, bukan malah memberangus keberadaan buku-buku semacam itu. "Justru yang perlu dirazia adalah organisasi yang menolak Pancasila sebagai dasar negara. Ada kan organisasi yang menolak Pancasila secara terang-terangan? Itu yang harus dilarang," ucapnya.
Selain itu, paham-paham radikal yang menelurkan banyak buku tersebut yang seharusnya dirazia. Sebab, ajaran tersebut sungguh sangat menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Sweeping buku itu sama saja dengan tindakan subversif dan tidak paham Pancasila," kata Fikri.
Ia menambahkan, siapa pun orang Indonesia yang tidak mau hormat kepada bendera Merah Putih dan tidak mengakui Pancasila sebagai dasar itulah yang harus dilarang. Bahkan ada yang mengatakan Pancasila tidak islami. Padahal penggalian Pancasila berdasarkan pokok-pokok ajaran agama, terutama agama Islam, yang bisa diamini oleh agama lain. "Mereka tidak tahu sejarah," ujarnya.
Soal buku yang dianggap kiri, Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta menyita buku berjudul Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk pemula. Sebuah toko buku di Shopping Center Yogyakarta memang menjual buku itu. Namun saat ini para pembeli sudah tidak banyak yang berminat membeli buku semacam itu. "Sekarang pembeli suka karya sastra Barat yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia," tutur Hafni, penjual buku di Shopping Center.
MUH SYAIFULLAH