TEMPO.CO, Pangandaran - Dede Irfan Hilmi, salah seorang sandera yang dibebaskan Abu Sayyaf, mengaku awalnya tidak menyangka bisa bebas dari penyanderaan. Selama disandera, Dede dan tiga rekannya terus berdoa.
"Kami berdoa saja, cuma Allah yang menentukan. Doa dan usaha," kata Dede saat tiba di kampung halamannya di Kampung Cisempu, Desa Ciparanti, Kecamatan Cimerak, Pangandaran, Sabtu malam, 14 Mei 2016.
Dia menceritakan mereka disandera di hutan entah di daerah mana. Mereka kerap diikat di pohon dan diberi makanan sisa kelompok Abu Sayyaf. "Kita bukan tamu, ya pasti sengsara," ujarnya.
Dede dan tiga rekannya dijaga oleh sekitar 200 anggota Abu Sayyaf. Mereka bersenjata lengkap. Selama di tempat penyanderaan, Dede mengaku jarang berkomunikasi dengan kelompok militan tersebut. "Jarang komunikasi, enggak ngerti bahasanya. Mereka pakai bahasa Sulu," ucapnya.
Dede melanjutkan, selama disandera, mereka diizinkan menunaikan salat lima waktu. Bahkan dia salat berjemaah dengan milisi. "Mereka muslim, kita salah berjemaah," tuturnya.
Dede tiba di kampung halaman pada Sabtu malam. Kedatangan Dede langsung disambut keluarga, masyarakat, dan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata. "Terima kasih kepada Presiden Joko Widodo, TNI, dan Bupati Pangandaran," katanya.
Bupati Pangandaran Jeje menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendoakan dan membantu kepulangan Dede ke kampung halaman. "Terima kasih pemerintah pusat, Presiden Joko Widodo, Kemenlu, dan semua pihak yang membantu sehingga pembebasan Dede bisa berjalan lancar," ujarnya.
CANDRA NUGRAHA