TEMPO.CO, Bojonegoro - Wakil Presiden Jusuf Kalla dijadwalkan hadir dalam acara Apel Akbar Bela Negara di Stadion Letnan Jenderal Soedirman di Kota Bojonegoro, Selasa, 17 Mei 2016, pekan depan. Apel akbar yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ini menghadirkan sekitar 15 ribu orang dari pelbagai unsur.
Selain Jusuf Kalla, acara ini dihadiri oleh sejumlah pejabat negara, seperti Ketua MPR Zulkifli Hasan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti, dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
Para pejabat pemerintah dan rakyat Bojonegoro dari 28 kecamatan membacakan bersama-sama Ikrar Merah Putih dan kesetiaan bernegara. ”Ya, ini semacam apel kesetiaan atas NKRI,” ujar juru bicara Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Hari Kristianto, dalam rilisnya, Sabtu, 14 Mei 2016.
Sesuai dengan rencana, dalam acara puncak Apel Akbar Bela Negara nantinya akan ada deklarasi bersama dengan rakyat Bojonegoro. Bupati Bojonegoro Suyoto akan memimpin pembacaan deklarasi di tengah-tengah Stadion di depan panggung kehormatan.
Di belakangnya berjejer para pejabat di Pemerintah Bojonegoro, TNI dan Polri, guru, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, serta mahasiswa, pelajar, dan perwakilan masyarakat. Para peserta Apel Akbar Bela Negara akan tumpah-ruah memadati stadion berkapasitas sekitar 15 ribu orang itu.
Menurut Bupati Suyoto, konsep Bela Negara adalah menawarkan cara masyarakat dan pemerintah bersinergi membangun Tanah Air. Misalnya, di Bojonegoro ada enam keberhasilan yang telah diraih dari kabupaten ini.
Pertama, dalam bidang energi, Bojonegoro sedikitnya menghasilkan 20 persen produksi migas secara nasional.
Kedua, Bojonegoro termasuk kabupaten surplus pangan dengan produksi 907 ribu ton gabah kering per tahun. Dengan surplusnya produksi daerah, tentu saja berimbang dengan program kesejahteraan warga. Perbaikan ekonomi—terutama di masyarakat pedesaan—adalah salah satu indikator keberhasilan suatu daerah.
Keberhasilan ketiga, di kabupaten ini angka kasus pelanggaran hak asasi manusia relatif kecil. Program Forum Dialog Antar-Agama menjadi kontrol dan kebersamaan para penganut pelbagai keyakinan. Proses bermasyarakatnya bisa menjadi contoh bagi daerah lain. ”Kami ramah HAM,” ujar Suyoto, dalam dialog di Pendopo, Jumat, 13 Mei 2016.
Keberhasilan keempat yaitu Bojonegoro pernah menjadi juara nasional dalam bidang pengelolaan bencana alam pada 2013-2014. Terutama dalam mengelola banjir luapan Bengawan Solo serta banjir bandang dari anak sungai Bengawan Solo. Selain itu, Bojonegoro membangun lima tempat pengungsian di lima kecamatan. Berdasarkan keberhasilan ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Jakarta merujuk Bojonegoro menjadi model percontohan.
Keberhasilan kelima adalah revolusi mental. Menurut Suyoto, dalam kurun lima tahun ini, konsep yang diterapkannya adalah mengajari warga untuk mandiri. Mendidik agar masyarakat punya mental memberi, bukan sebaliknya. Sedangkan bagi para aparat pemerintah, diharapkan bisa menjadi teladan sekaligus melayani masyarakat.
Yang keenam, Suyoto melanjutkan, keberhasilan Bojonegoro adalah meraih predikat pengelolaan pemerintahan yang terbuka atau open government partnership (OGP). Kabupaten Bojonegoro menjadi wakil Indonesia di kancah internasional, mengalahkan Jakarta dan Aceh, dalam pengelolaan pemerintahan.
Dia mencontohkan, selama 24 jam, nomor telepon bupati bisa diakses langsung ke masyarakat. Bisa lewat fasilitas short massage service (SMS) atau langsung telepon, tanpa lewat ajudan. ”Kadang malam hari saya ditelepon warga. Ada yang protes, memuji, dan lainnya,” kata Suyoto.
SUJATMIKO