TEMPO.CO, Lumajang - Korban keracunan ikan buntal yang dirawat di rumah sakit bertambah. Sebanyak enam orang korban masih menjalani perawatan di RSUD dr Haryoto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Senin, 9 Mei 2016.
Camat Tempursari Narto mengatakan sebenarnya ada 12 warganya yang menjadi korban keracunan ikan buntal. Awalnya ada tiga orang yang dirujuk ke Rumah Sakit Lumajang. Satu orang kemudian meninggal dunia. Sebanyak empat orang yang sebelumnya dirawat di Puskesmas Tempursari juga dirujuk ke rumah sakit. "Saat ini yang masih dirawat di rumah sakit tinggal enam orang," kata Narto. Sementara itu, dua orang yang juga sempat dirawat di Puskesmas akhirnya dipulangkan dan menjalani rawat jalan saja.
Artinya, dari 12 orang yang menjadi korban keracunan, empat orang meninggal dunia, enam orang saat ini masih menjalani perawatan di rumah sakit, dan dua orang menjalani rawat jalan. Beberapa korban yang menjalani rawat inap di rumah sakit, kata Narto, saat ini sudah mulai membaik. Dia mengatakan Bupati Lumajang As'at sempat mengunjungi rumah korban meninggal dunia. Keluarga korban diminta sabar dalam menghadapi musibah tersebut.
Narto juga mengatakan pada Sabtu malam akhir pekan kemarin kebetulan ada pengajian di kecamatan yang juga dihadiri kepala desa di Kecamatan Tempursari. Kesempatan itu digunakan untuk sosialisasi soal bahaya makan ikan buntal. "Lebih baik tidak mengolah ikan buntal untuk dijadikan masakan. Masih banyak ikan lain," katanya.
Di kalangan masyarakat setempat, kata Narto, masih ada anggapan bahwa ikan buntal, masih bisa dikonsumsi tapi harus dengan cara tertentu. "Bagi orang yang tahu cara mengolahnya, tidak menjadi masalah. Namun, bagi yang tidak bisa, berbahaya," ujarnya.
Adapun para korban yang menjalani perawatan di rumah sakit, kata Narto, tidak ditarik biaya alias gratis. "Bupati sudah menelepon rumah sakit. Dan rumah sakit sudah meminta agar dibuatkan surat keterangan tidak mampu (SKTM)," kata Narto.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat orang yang meninggal dunia akibat keracunan ikan buntal adalag Choirul Zikin (13 tahun), Dani Sukmana (11), Edi Eka Pratama (16), dan Choirul Huda (17). Kejadian itu bermula ketika enam orang anak berusia belasan tahun ini pergi memancing untuk mengisi liburan di Pantai Licin, Desa Lebak, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Jumat kemarin, 6 Mei 2016.
Selain keempat anak tersebut, dua orang yang ikut memancing adalah Angga Anggita Pratama (17 tahun) dan Suprianto (17). Keenamnya merupakan warga Desa Purorejo dan Desa Tempurejo, Kecamatan Tempursari. Saat memancing, mereka berhasil menangkap ikan buntal dengan berat sekitar 8 kilogram. Anak-anak ini rupanya tidak tahu kalau ikan tersebut beracun sehingga dibawa pulang.
Sesampainya di rumah, ikan tersebut kemudian dimasak untuk dimakan bersama-sama. Pada Jumat sore, sejumlah anak-anak ini kemudian muntah-muntah hingga kemudian satu anak meninggal dunia. Pada Sabtu pagi, dilaporkan dua anak menyusul meninggal dunia. Dan pada Sabtu siang satu orang anak kembali meninggal dunia.
Direktur RSUD dr Haryoto, Indrayudi, mengatakan ikan buntal ini berbeda dengan ikan-ikan lain pada umumnya. Bila ikan lain membuang bakteri atau racun dari dalam tubuhnya, ikan buntal menyimpan bakteri atau racun di organ dalam tubuhnya, seperti limpa, tempat telur, dan empedu. "Belum ada penangkal atau penawarnya," kata Indrayudi.
Dia mengaku sangat kaget ketika tahu ternyata yang dikonsumsi pasiennya itu adalah ikan buntal karena tidak ada penangkal atau penawar racunnya. Selain itu, racun dalam ikan buntal sangat kuat. "Sianida kalah, bisa 20 kalinya sianida," kata Indrayudi.
Orang yang tubuhnya terkontaminasi racun ini dalam kadar tinggi, akan muntah, mencret, serta terjadi disfungsi otot pernapasan. Korban juga lemas. Ini berpengaruh pada organ pernapasan yang terganggu. "Artinya, ada gagal napas dan gagal jantung karena, selain menyerang otot pernapasan, otot jantung juga terserang," katanya.
DAVID PRIYASIDHARTA