TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Barat, dr Nursyam Ibrahim, mengatakan pihaknya akan terus mendorong diberlakukannya uji kompetensi dan sertifikasi bagi tenaga kesehatan dari luar yang akan membuka praktek di Indonesia.
"Salah satu poin kesepakatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN di antaranya bebas masuknya tenaga kerja asing di setiap negara ASEAN. Salah satunya untuk tenaga kesehatan. Namun kami dari IDI akan terus mendorong diberlakukannya uji kompetensi dan sertifikasi bagi tenaga kesehatan dari luar yang akan membuka praktek di Indonesia," kata Nursyam di Pontianak, Senin, 9 Mei 2016.
Dia mengatakan, untuk tenaga kesehatan, IDI sudah membahas lama bersama kementerian terkait, kira-kira sekitar 15 tahun yang lalu, dimulai dari AFTA sampai MEA.
"Kita tetap mengawal agar tidak sembarangan tenaga kerja asing berprofesi tenaga medis masuk ke Indonesia. Salah satu hal yang kita masukkan dalam standar perizinan, tenaga kerja asing berprofesi tenaga kesehatan yang akan masuk ke negara ini, harus bisa berbahasa Indonesia. Kemudian kita ingin kompetensi dan sertifikasi yang setara, yang sudah tersedia di Indonesia," tuturnya.
IDI juga menegaskan agar tenaga kerja asing berprofesi tenaga kesehatan yang masuk ke Indonesia harus tetap mengikuti uji kompetensi seperti yang dilakukan di negara ini.
"Ini saya rasa menjadi hal yang sangat penting karena dokter yang ada di Indonesia juga mengikuti syarat-syarat tersebut. Jadi akan sangat tidak adil jika dokter kita diperketat untuk mendapatkan izin praktek dan bekerja, sedangkan mereka dari luar bisa dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia," kata Nursyam.
Uji kompetensi dan uji sertifikasi itu tidak mudah. Sebab, sekalipun dokter di Indonesia sudah mengenyam pendidikan dokter spesialis tapi tidak lulus uji kompetensi, jelas mereka tidak boleh praktek.
Namun, ujar Nursyam, jika mereka memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh negara ini, sah-sah saja tenaga kesehatan asing bekerja di sini.
"Proteksi ini juga dilakukan dan menjadi ketentuan di negara lain, bukan oleh pemerintahnya, melainkan hal ini diterapkan oleh organisasi seperti IDI di tiap-tiap negara," kata mantan Sekretaris IDI itu.
ANTARA