TEMPO.CO, Jakarta - Kurang dari 24 jam ke depan publik mulai bisa mengakses bocoran data klien Mossack Fonseca yang sebulan terakhir menghebohkan dunia dengan sebutan Panama Papers. Konsorsium global jurnalis investigasi (ICIJ) akan merilis data berisi 200 ribu perusahaan cangkang, termasuk yang didirikan oleh warganegara Indonesia di sejumlah negara suaka pajak.
Data Panama Papers tersebut dapat diakses di situs http://www.icij.org mulai Senin siang pukul 02.00 waktu Washington, Amerika Serikat, atau Selasa dinihari nanti, sekitar 01.00 Waktu Indonesia Barat. Deputi Direktur The International Consortium of Investigative Journalists, Marina Walker Guevara, mengatakan tidak semua data Panama Papers —yang berjumlah 11,5 juta dokumen—akan ditayangkan. “Kami hanya menayangkan informasi paling mendasar dari sebuah perusahaan,” kata Marina kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu.
Basis data yang dimaksudkan adalah berupa nama perusahaan berikut para pemegang sahamnya. Adapun berbagai catatan rekening bank, transaksi keuangan, surat elektronik, paspor, nomor telepon, dan korespondensi lainnya yang berkaitan dengan individu dan korporasi tersebut tak akan dipublikasikan.
Tempo yang tergabung dalam proyek investigasi Panama Papers, mendapati sejumlah fakta menarik mengenai klien Mossack Fonseca asal Indonesia. Hingga kini, sedikitnya 844 individu yang tinggal di negeri ini tercatat di Panama Papers sebagai pemegang saham offshore company. Jumlah tersebut masih mungkin bertambah karena tak menghitung warganegara Indonesia yang menjadi pengurus atau direksi di perusahaan kotak surat tersebut.
Sebagian besar klien Mossack Fonseca di Indonesia, sekitar 719 orang, tinggal di Jakarta. Sisanya tersebar di 20 kota atau kabupaten lainnya, mulai dari Banda Aceh hingga Sorong.
Baca Panama Papers: Pembocor Data Mossack Fonseca Angkat Bicara
Data nama juga mengindikasikan tak semua klien adalah warganegara Indonesia. Sebagian justru memiliki nama asing, namun berdomisili di sini. Belum dapat dipastikan apakah mereka telah beralih kewarganegaraan. Yang jelas mereka tinggal di sejumlah apartemen atau perumahan mewah di kota besar. Ada juga di Sorong, seseorang dengan nama asing mencantumkan alamat tinggalnya di Kompleks Pertamina dalam pembentukan sebuah perusahaan di Republik Seychelles, sebuah negara kepulauan di tengah Samudera Hindia tak jauh dari pesisir timur Afrika.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Center Yustinus Prastowo meyakini sejumlah nama asing tersebut memang bukan warganegara Indonesia. Banyak di antara mereka kemungkinan bekerja di kantor hukum, konsultan pajak, atau pengelola investasi. Yustinus pun mensinyalir banyak warga asing tersebut hanya berperan sebagai nominee untuk menyembunyikan pemilik modal sebenarnya. "Fakta-fakta ini harus menjadi perhatian pemerintah jika memang serius ingin menindaklanjuti Panama Papers," kata Yustinus.
AGOENG WIJAYA | WAHYU DHYATMIKA