TEMPO.CO, Yogyakarta - The National Union of Journalists of the Philippines mengutuk pembubaran pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta di kantor Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, Selasa, 3 Mei 2016. Polisi, massa dari Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/POLRI, dan Front Anti-Komunis Indonesia sama-sama membubarkan acara itu.
Ketua NUJP, Ryan Rosauro prihatin terhadap pembubaran acara AJI Yogyakarta saat memperingati Hari Kebebasan Pers yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Itu adalah hari untuk mempromosikan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers,” kata Ryan melalui surat elektronik, Jumat, 6 Mei 2016. Dia juga mengecam tindakan yang sama oleh polisi Indonesia. “Polisi perlu diingatkan karena masyarakat Indonesia telah memulai jalan demokrasi dengan melawan pemimpin otoriter era Orde Baru, Presiden Soeharto.”
Dia menegaskan, NUJP berdiri bersama AJI menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk tidak menolerir penindasan kebebasan berekspresi. Selain itu, NUJP juga meminta pemerintah Indonesia menyelidiki dan memberi sanksi kepada mereka yang bertanggung jawab membubarkan acara peringatan Hari Kebebasan Pers dunia. “Kami mengajak semua kalangan berjuang bersama untuk mempertahankan dan mempromosikan kebebasan pers di negara kita dan di seluruh Asia Tenggara,” ujarnya.
Sebelum acara peringatan Hari Kebebasan Pers dimulai, rombongan dari Kepolisian Sektor Umbulharjo, Komando Distrik Militer, dan Kepolisian Resor Kota Yogyakarta telah mendatangi kantor AJI Yogyakarta untuk menanyakan perihal izin acara. Padahal AJI sudah mengirim undangan resmi untuk Kapolda DIY dan Kapolresta Kota Yogyakarta agar hadir di acara itu.
Tapi rombongan polisi dari Polsek Umbulharjo tetap meminta acara ini dibatalkan. Sebab, acara dinilai tanpa izin dan materinya bisa mengundang konflik. Bahkan Komisaris Polisi Sigit Haryadi, Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta, berbicara dengan nada menghardik. Ia menuduh AJI mengulangi kesalahan ketika memutar film Senyap tanpa pemberitahuan. "Acara ini harus bubar," tutur Sigit, emosional.
Film karya Sutradara Rahung Nasution itu rencananya diputar untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia pada 3 Mei 2016. FKPPI dan FAKI keberatan dengan pemutaran film itu karena mereka menilai ada propaganda komunisme. Ketika acara berlangsung, Burhanuddin, pendiri FAKI mendatangi acara dengan emosional. Massa yang berjumlah 30 orang dari FAKI juga berteriak dengan kata-kata kasar.
SHINTA MAHARANI