TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Suasana Yambise mengatakan pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) mengenai hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual akan disegerakan. Ia mengatakan pembahasan Perppu tersebut menjadi urgen karena meningkatnya tindak kekerasan seksual terhadap anak.
Peristiwa terakhir adalah kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang menimpa siswi Sekolah Menengah Pertama di Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu bernama Yuyun, 14 tahun. Yuyun menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh 14 orang pada 4 April 2016.
"Minggu depan ada rapat Eselon I di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk menuntaskan Perppu Kebiri. Bentuknya seperti apa, nanti lihat keputusan di tingkat Kemenko," kata Yohana di gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Mei 2016.
Yohana mengatakan draft Perppu mengenai hukuman kebiri sudah selesai dibuat sejak Februari lalu. Draft tersebut telah diserahkan kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Penyusunan Perppu Kebiri ini merupakan instruksi Presiden Joko Widodo sebagai upaya menekan tindak kekerasan seksual.
"Draft-nya sudah disetujui Jaksa Agung, tapi harus dikaji dulu oleh ibu Puan selaku Menteri Koordinator. Kenapa prosesnya belum selesai, dan sebagainya bisa ditanyakan ke beliau," kata Yohana.
Namun Yohana belum memastikan sepenuhnya jika draft mengenai hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual tersebut akan dijadikan sebagai Perppu atau justru dituangkan ke dalam revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Meski begitu, ia menegaskan kalau pemerintah mendukung hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual.
Ia juga mengakui hukuman kebiri tersebut menuai penolakan beberapa kalangan. "Banyak surat penolakan (Perppu Kebiri) yang masuk ke saya, presiden, juga Kemenko PMK," katanya.
YOHANES PASKALIS