TEMPO.CO, Yogyakarta - Penemuan jasad Feby Kurnia yang sudah membusuk di toilet gedung S2 dan S3, Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada pada Senin, 2 Mei 2016 pukul 17.30 WIB masih menimbulkan duka dan kesedihan bagi rekan kuliahnya.
"Kami sangat sedih. Kami mencari kemana-mana, teman kami ini ditemukan sudah tidak bernyawa justru di dekat kami," kata Abdul Azis, Ketua Mahasiswa Jurusan Geofisika, Fakulta MIPA UGM Angkatan 2015 pada Selasa, 3 Mei 2016.
Aziz menjelaskan bersama rekan-rekannya dia mencari dan melaporkan ke polisi terkait hilangnya Feby Kurnia, mahasiswi Jurusan Geofisika Angkatan 2015, sejak Kamis, 28 April 2016.
Azis menceritakan kronologi hilangnya Feby yang orangtuanya ada di Batam, Kepulauan Riau. Pada Kamis, 28 April 2016 pagi, Feby masih terlihat di kos di kawasan Pogung, Mlati, Sleman dan berangkat ke kampus.
Faby merupakan mahasiswi yang rajin dan selalu hadir 30 menit sebelum kuliah dimulai. Sehari sebelumnya, dia kuliah dan rapat bersama teman-temannya hingga sore hari.
"Kamis pagi itu yang melihat terakhir kali adalah teman kosnya, berangkat ke kampus karena ada kuliah jam 07.30 WIB di lantai lima, gedung S2 dan S3," kata Azis.
Ternyata, Feby tidak ada di dalam kelas. Teman-temanya heran dan menduga mungkin sedang ingin tidak masuk kuliah.
Namun, di kelas pada Kamis siang dan praktikum Fisika Dasar di sore hari, Feby tetap tidak hadir. Padahal praktikum ini wajib. Teman-teman menduganya sakit.
Pada Kamis malam itu, seharusnya Feby datang ke kampus untuk membahas praktek lapangan yang wajib diikuti mahasiswa Geofisika. Kunjungan ke Klaten dan Kulon Progo rencananya akan berlangsung pada Sabtu dan Minggu (30 April dan 1 Mei 2016).
Lagi-lagi Feby tidak muncul membahas acara wajib yang diadakan tahunan soal mineralogi dan geologi dasar. Malam itu juga Aziz menelepon Feby melalui Line. Tetapi tidak diangkat. Di grup media sosial juga tidak aktif.
Pada Jumat pagi, 29 April 2016, kelas mata kuliah berlangsung pukul 11.00. Feby tak hadir. Ada kabar dari teman Feby, ia belum pulang ke rumah kos sejak Kamis.
Teman-teman lalu berkumpul dan menelusuri teman-temannya saat masih SMA, teman kuliah, teman asal daerahnya. Namun tidak ada satupun yang tahu keberadaan mahasiswi semester 2 ini.
Keluarga Feby juga menghubungi teman kuliahnya. Menurut keluarga ponselnya aktif. Bahkan saat di-SMS, juga membalas. Tetapi bahasanya berbeda dengan bahasa Feby.
Azis kemudian menelepon. Ternyata yang menjawab suara laki-laki. Orang itu mengaku orang tua teman Feby yang bernama Riri.
Orang itu menjelaskan Feby berada di rumahnya dan sedang makan. "Teman-teman langsung mencari teman yang bernama Riri, hasilnya, tidak ada teman yang namanya Riri," kata Aziz.
Aziz memaksa lelaki itu menyerahkan HP ke Feby. Namun diberi alasan bahwa anak itu sedang makan. Lalu ditanya posisinya, dijawab di jalan Monumen Jogja Kembali.
Jawaban pria tak dikenal itu selalu mengelak. Lalu telepon ditutup. Di-SMS dan telepon lagi sudah tidak dibalas dan diangkat. Ditelpon lagi dengan nomor berbeda diangkat, dijawab masih makan.
Mereka meminta untuk memberikan alamat, namun dijawab nanti, karena mau shalat Jumat. "Itu terakhir nomor ponsel Feby aktif," kata Aziz.
Lalu, teman-teman melapor ke polisi soal hilangnya Feby. Awalnya lapor ke Polsek Bulaksumur. Namun karena rumah kosnya berada di Mlati, maka lapor ke Polsek Mlati.
Aziz meminta polisi melaporkan dan melacak keberadaan Feby. Polisi langsung menyebarkan info melalui radio ke polisi-polisi lain soal hilangnya Feby dengan ciri-ciri yang disebutkan.
Lalu Aziz dan teman-temannya ke Polda untuk meminta polisi melacak secara digital ponsel Feby. Mereka tetap dilayani meskipun harus berbelit.
Pelacak digital atau digital tracking, HP Feby berada di Jalan Kamboja di Jalan Parangtritis, Sewon Bantul. Jalan sepi itu berupa gang buntu yang ujungnya adalah kuburan.
"Awalnya polisi bilang seharusnya yang melapor keluarganya. Tapi keluarganya kan di Batam, kamilah keluarga di sini," kata Aziz.
Mereka langsung ke lokasi dan bertemu dengan warga sekitar. Mereka ikut membantu mencari Feby. Namun keberadaannya tidak terlihat sama sekali.
Teman-teman Feby berpencar mencari keberadaannya. Semua terminal, stasiun dan lokasi lain dilacak. Ternyata sepeda motor Feby berada di lokasi parkir di terminal bus Giwangan Yogyakarta.
Mereka menghubungi polisi untuk diketahui keberadaan sepeda motornya, Yamaha Mio J. "Masuknya motor ke parkiran Jumat, di karcis, pengambilannya Sabtu, kami minta petugas parkir untuk memantau," kata dia.
Teman-teman Feby menghubungi ibunya, memberitahukan keberadaan motor tapi dia tidak ditemukan. Ibu Feby sudah berada di Yogyakarta Sabtu, 30 April siang.
Polisi datang ke parkiran terminal dan mencatat pelat nomor kendaraan. Petugas menempel tulisan agar motor tidak diutak-atik dan diawasi. Minggu sore, usai praktek lapangan (field trip), teman-teman mendatangi motor dan dikempeskan bannya untuk tanda serta mencopot tulisan.
Pada Senin pagi, 2 Mei 2016, teman-teman Feby mendatangi gerai Grapari Telkomsel untuk bisa melacak posisi nomor ponselnya. Mereka menunjukkan laporan ke polisi.
Namun Telkomsel hanya mau memberi tahu record dua SMS terakhir yang diketahui ternyata dari saudara dan ibunya.
Pada Senin sore, teman-teman Feby sangat kaget atas berita ditemukannya mayat perempuan di toilet, lantai lima gedung S2 dan S3.
Polisi menanyakan ke teman-temannya apakah benar itu jasad Feby. Aziz membenarkan dengan melihat pakaian yang sering dipakai dan tas yang dimiliki Feby.
Azis menduga, sahabatnya itu meninggal dunia di toilet sejak Kamis pagi, 28 April 2016. Teman-teman di kampus berharap polisi mengungkap kasus ini. Apalagi, sepeda motor ditemukan di Giwangan dan ponsel terlacak di tempat lain.
Iva Aryani, juru bicara Universitas Gadjah Mada menegaskan, Feby merupakan mahasiswi semester dua jurusan Geofisika, angkatan 2015. "Penyelidikan sepenuhnya kami serahkan ke polisi. Termasuk CCTV di gedung yang katanya mati," kata Iva.
MUH SYAIFULLAH