TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Pengarah Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan Komite Etik Munaslub akan berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait iuran wajib Rp 1 miliar yang dibebankan pada bakal calon Ketua Umum DPP Partai Golkar. "Bila KPK katakan melanggar, maka kami tidak akan lakukan," katanya di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa, 3 Mei 2016.
Menurut Nurdin, konsultasi perlu dilakukan untuk memastikan iuran tersebut tidak bersifat gratifikasi. Di antara calon Ketua Umum maupun peserta sebagai pemilih dalam Munaslub ada juga pejabat pemerintah. “Bila KPK memutuskan tidak ada masalah, maka iuran Rp 1 miliar wajib dibayarkan,” ujarnya.
Iuran wajib Rp 1 miliar sebelumnya telah ditetapkan dalam rapat pleno pengurus DPP pada Kamis pekan lalu. Selain iuran wajib, Golkar juga menuntut sumbangan suka rela bagi seluruh kadernya guna mendanai penyelenggaraan Munaslub.
Ketua Komite Pemilihan Rambe Kamarul Zaman menjelaskan uang Rp 1 miliar wajib dibayarkan sebelum tim verifikasi memutuskan siapa saja bakal calon yang lolos tahapan pendaftaran. Menurut dia, Golkar akan mengetatkan persyaratan iuran untuk memenuhi pendanaan. "Karena partai politik ini tidak ada dana untuk ke depannya," ucapnya.
Penetapan iuran juga untuk meminimalisir terjadinya politik uang dalam pemilihan ketua umum. Dengan melibatkan para bakal calon ketua umum mendanai Munaslub, maka tidak ada lagi uang transport atau uang saku yang biasa dibayarkan calon pada para peserta Munas.
Meski bersifat wajib, masih ada bakal calon yang menolak iuran tersebut. Salah seorang kandidat, Indra Bambang Utoyo, keberatan lantaran tidak ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. "Bila karena hal ini kami gak diloloskan, ya, terserah," ujarnya lewat pesan singkat kepada Tempo, Selasa, 3 Mei 2016.
AHMAD FAIZ