TEMPO.CO, Jakarta - Marina Walker Guevara, Direktur The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), mengungkapkan, banyak jurnalis menerima ancaman setelah liputan tentang Panama Papers terbit secara global. Marina mengungkap hal itu saat wawancara eksklusif dengan Tempo via Skype, Jumat dinihari, pekan lalu. Adapun wawancara lengkap dengan Marina bisa dibaca di majalah Tempo edisi 2-8 Mei 2016.
Marina mengatakan ada saja upaya pembalasan dari pemimpin dan pejabat negara, yang profil kekayaannya terungkap dalam dokumen sebesar 2,6 terabita itu. Di Venezuela, tutur dia, Ahiana Figueroa, wartawan surat kabar Ultimas Noticias, dipecat lantaran ikut terlibat dalam proyek investigasi ini. Ultimas Noticias memang dikenal sebagai media yang pro pemerintah. “Seorang editor koran prestisius di Hong Kong, Ming Pao, juga dipecat tak lama setelah artikel itu terbit,” ujarnya.
Selain di Venezuela dan Hong Kong, ancaman terhadap jurnalis juga terjadi di Ekuador. Menurut Marina, seorang wartawan menerima pelecehan dari Presiden Rafael Correa. “Presiden Rafael menggunakan akun Twitter untuk menyebarkan data pribadi jurnalis itu,” kata lulusan University of Missouri tersebut.
Ancaman semacam itu, ucap Marina, sudah diantisipasi sejak peliputan Panama Papers dimulai. Tim bekerja ekstra teliti saat memverifikasi data. “Kami sangat berhati-hati bekerja, khususnya di negara-negara dengan tradisi demokrasi yang masih kurang,” tuturnya, menjelaskan.
Panama Papers merupakan proyek peliputan investigasi global yang dikerjakan oleh sekitar 400 jurnalis dari 80 negara, yang tergabung dalam ICIJ. Mereka menyelidiki jutaan dokumen finansial dari sebuah firma hukum asal Panama yang bocor sehingga mengungkap jejaring korupsi dan kejahatan pajak para kepala negara, agen rahasia, atlet, orang tersohor, sampai buronan yang disembunyikan di surga bebas pajak.
RAYMUNDUS RIKANG