TEMPO.CO, Yogyakarta - Seorang pendamping yang menemani korban kekerasan seksual kerap mengalami intimidasi. Orang mengenalnya sebagai ibu shelter atau ibu rumah aman. Perempuan ini telah bekerja menemani korban kekerasan seksual selama 18 tahun. Ia mengurus makan korban, menenangkan korban selama berada di shelter, dan mengantar ke rumah sakit ketika korban melahirkan.
Baca juga:
Ahok Buka Rahasia Mundurnya Rustam Effendi, Ternyata...
PDIP Siapkan Risma Tantang Ahok, Ada yang Menghindar?
Setahun, ia rata-rata menangani empat hingga lima korban. Mereka rata-rata merupakan korban perkosaan, yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Mereka mengalami depresi yang berat. Mereka tidak mau makan, murung, menyalahkan diri sendiri, takut, dan ada yang ingin bunuh diri.
Sang pendamping lantas berusaha menenangkan mereka dan membuat korban merasa nyaman. "Saya bisa posisikan korban sebagai adik, kakak, dan anak. Intinya membuat mereka aman dan percaya," kata perempuan itu, Senin, 2 Mei 2016.
Shelter yang digunakan korban kekerasan seksual dirahasiakan tempatnya demi keamanan korban. Sebab, pelaku kerap mengancam dengan mendatangi korban, membujuk, dan mengintimidasi pendamping. Sekitar tahun 2000-an, satu shelter tempat menampung korban kekerasan seksual dilempari telur oleh pelaku. "Semarah apapun pelaku, saya berusaha mengajak ngobrol baik-baik," kata pendamping itu.
Baca juga:
Gaduh Ahok Vs Yusril: Soal Sampah hingga Sekongkol Rustam
Sandera Abu Sayyaf Tiba di Indonesia: Ini Kisah Pembebasannya
Selanjutnya: Ia merupakan...