TEMPO.CO, Jakarta - PT Brahma Internasional menyatakan pihaknya tak mengeluarkan duit tebusan untuk membebaskan sepuluh anak buah kapal yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. "Tidak ada sepeser pun," kata juru bicara PT Brahma, Yan Arief, di gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 2 Mei 2016.
Yan mengatakan semua negosiasi diserahkan kepada pemerintah. Ia pun tidak tahu apakah mitra bisnisnya, PT Patria Maritime Lines, membayar duit tebusan. "Mungkin ada komunikasi dengan tim, ya, tapi kalau untuk permintaan itu, kami tidak tahu secara pasti," ucapnya.
PT Brahma International adalah pemilik tugboat Brahma 12 dan tongkang Anand 12. Sedangkan sepuluh anak buah kapal yang disandera merupakan karyawan dari mitra bisnisnya, PT Patria Maritim Lines.
Semua negosiasi, kata Yan, dilakukan pemerintah bersama PT Mitra Maritim Lines. Terkait dengan proses negosiasi itu, Yan tidak tahu-menahu. "Kami tidak tahu karena tidak terjun langsung," tuturnya. Tim manajemen hanya berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan sandera bisa diselamatkan.
"Negosiasi dipercayakan kepada pemerintah bersama tim yang sudah dibentuk pemerintah kita," kata Yan. Ia hanya tahu bahwa tim itu bekerja sama dengan pemerintah Filipina.
Penyanderaan anak buah kapal warga negara Indonesia oleh Abu Sayyaf terjadi pada akhir Maret lalu. Sebanyak sepuluh orang ABK Kapal Brahma 12 dan Anand 12 diculik di perairan Filipina Selatan.
Mayor Jenderal (Purnawirawan) Kivlan Zein, negosiator yang ikut dalam upaya pembebasan sandera, mengatakan pembebasan ini murni menggunakan jalur negosiasi. Deputi Chairman Media Group Rerie L. Moerdijat mengatakan negosiasi dilakukan melalui dialog antara Yayasan Sukma dan pihak tokoh masyarakat, LSM, lembaga kemanusiaan daerah Sulu yang memiliki akses langsung ke pihak Abu Sayyaf di bawah koordinasi langsung pemerintah Indonesia.
MAYA AYU PUSPITASARI