TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyerahkan sepuluh anak buah kapal korban sandera Abu Sayyaf kepada keluarga masing-masing di Ruang Pancasila, Senin, 2 Mei 2016. Retno mengatakan sepuluh korban penyanderaan itu telah menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) tadi pagi.
"Kesehatan mereka baik," ujar Retno dalam sambutannya di Ruang Pancasila, Senin.
Retno menuturkan upaya pembebasan sandera sepenuhnya dipimpin pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah Filipina dan beberapa pihak lain. "Saya ucapkan terima kasih kepada keluarga ABK yang telah sabar dan memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan yang terbaik dalam upaya pembebasan ini," katanya.
Proses pembebasan sandera ABK tersebut sangat dinamis dan berisiko tinggi. Dengan demikian, pihaknya membuka semua simpul komunikasi dengan pihak mana pun, baik di dalam maupun luar negeri. "Keselamatan WNI jadi acuan pertama," tuturnya.
Retno mengatakan strategi pembebasan sandera sepenuhnya menggunakan diplomasi yang dipimpin pemerintah dan melibatkan seluruh unsur anak bangsa. "Sejak ABK disandera, kami mulai bekerja dari 28 Maret, bahkan atas instruksi Presiden Jokowi, kami bertemu dengan pemerintah Filipina pada 1 April 2016," ucapnya.
Adapun nama-nama ABK tersebut:
1. Peter Tonsen sebagai nakhoda,
2. Julian Philip sebagai mualim 1,
3. Alvian Elvis sebagai mualim 2,
4. Mahmud sebagai kepala kamar mesin,
5. Surian Syah sebagai masinis 2,
6. Surianto sebagai masinis 3,
7. Wawan Saputta sebagai juru mudi,
8. Bayu Oktavianto sebagai juru mudi,
9. Rinaldi sebagai juru mudi, dan
10. Wendi Raknadian sebagai koki.
Penyanderaan anak buah kapal warga negara Indonesia oleh kelompok militan Abu Sayyaf itu terjadi pada akhir Maret lalu. Sebanyak sepuluh ABK kapal Brahma 12 dan Anand 12 diculik di perairan Filipina Selatan. Penyanderaan kembali terjadi pada pertengahan April 2016. Sebanyak empat ABK WNI yang bekerja di kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi menjadi korban.
ABDUL AZIS