TEMPO.CO, Pekanbaru - Aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau menggagalkan upaya perdagangan kulit harimau dan organ satwa langka di Kecamatan Kuantan Mudik, Taluk Kuantan.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Ajun Komisaris Besar Ari Rahman Nafarin menuturkan polisi menangkap dua pelaku beserta barang bukti berupa selembar kulit harimau, satu kardus kulit ular sanca, satu set tulang beruang dan satu set tulang harimau. "Dua tersangka sudah kami tahan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Ari Rahman, Sabtu, 30 April 2016.
Pelaku, kata dia, warga Kuantan Mudik, Taluk Kuantan bernama Herman, 54 tahun dan Andre, 45 tahun. Keduanya ditangkap pada Jumat kemarin. Ari berujar perdagangan organ satwa langka itu terendus berkat laporan masyarakat.
Polisi melakukan penyelidikan selama dua pekan sebelum akhirnya meringkus pelaku. "Polisi menyamar sebagai pembeli kulit harimau yang dibanderol seharga Rp 140 juta," tuturnya.
Setelah dilakukan penggeledahan di rumah pelaku di Kuantan Mudik, polisi juga menemukan organ satwa langka lainnya yang juga diperjualbelikan. "Ada tulang beruang, tulang harimau dan kulit ular sanca yang disimpan pelaku," katanya.
Penyidik masih mendalami pemeriksaan untuk mengungkap penadah organ satwa tersebut. Kepada penyidik, tersangka mengaku tidak memburu langsung satwa liar, melainkan membelinya dari pihak lain.
Polisi menengarai kulit harimau itu berasal dari habitat harimau Sumatera di Riau. "Tersangka tidak memburu langsung, tapi menampung organ satwa ini dari pihak lain dan akan dijual lagi," katanya.
Polisi menduga tulang belulang itu bakal dijual untuk dijadikan obat tradisional di luar negeri. "Kami akan ajak diskusi ahli pengobatan tradisional terkait fungsi tulang satwa itu," ucap Ari.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Undang - Undang tentang Sumber Daya Alam Hayati, khususnya Pasal 21 ayat 2 junto Pasal 40 ayat 2 nomor 40 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda 100 juta.
RIYAN NOFITRA