TEMPO.CO, Mataram -Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengusulkan sebanyak 105 izin pertambangan dicabut. Dinas menilai, para pemegang izin perorangan sebagai penambang yang tidak bertanggung jawab. Para pengusaha penambangan batuan pribadi memperoleh izin dari pemerintah kabupaten se-NTB, namun ironisnya memiliki tunggakan lebih Rp 30 miliar karena tidak membayar sewa lahan.
Menurut Kepala Dinas Pertambangan NTB, M. Husni, penambangan untuk pasir dan kerikil dipakai untuk proyek infrastruktur. Seharusnya, menurut dia, pemerintah kabupaten melakukan kontrol, meski hal itu dikategorikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). ”Jangan hanya bisa memberi izin tanpa,” ujar Husni saat dihubungi Tempo, Jumat, 29 April 2016.
Mereka yang memiliki utang PNPB, Husni mengungkapkan, lebih 30 pengusaha, termasuk mereka yang perizinannya sudah kedaluarsa. Di sana ada sekitar 30 penambang logam, 20 penambang mineral, dan 61 penambang batuan. Sedangkan yang tidak bermasalah hanya tujuh yang direkomendasi menerima clear and clean (C&C).
Dari setoran PNPB, kata Husni, pemerintah provinsi NTB hanya menerima jatah 16 persen. Demikian pula pajak daerah yang dipungut dari pemegang izin sekubiknya hanya sekian ribu rupiah. ”Jumlah itu terbilang sangat kecil,” ujar Husni yang tidak dapat menyebutkan besaran nilai pajak daerahnya.
Sebelumnya, peneliti Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) NTB Dwi Arie Santo mendesak Kementerian ESDM menindak tegas para pemegang izin tambang yang bermasalah. Mewakili Koalisi Masyarakat sipil untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam dan Energi NTB, dia menyebutkan, di NTB terdapat 117 izin usaha pertambangan (IUP) minerba masuk kategori non clear and clean (CC).
Bahkan selama 2013-2015 jumlah piutang iuran tetap yang belum tertagihkan sebesar Rp 28,2 milar. Sedangkan dari keseluruhan pemegang 155 IUP, sebanyak 99 persen tidak memenuhi kewajiban reklamasi dan pasca tambang. Selain itu, IUP dan kontrak karya berada di kawasan hutan lindung seluas 5.561,35 hektare dan masuk kawasan hutan konservasi 189.410,53 hektare.
Husni menegaskan, NTB memiliki potensi tambang emas, perak, mangan dan pasir dan bijih besi. Walaupun masih eksplorasi mereka harus membayar PNPB. ”Kebanyakan emas di Sumbawa,” ujar Husni. Selain itu, dia mengungkapkan, rakyat yang melakukan penambangan batuan akan ditata dan meminta polisi pamong praja melakukan penertiban. Sebab, selama ini tambang rakyat yang ada bukan murni untuk kepentingan menambah penghasilan tetapi didukung pemodal. ”Penambang emas tanpa izin (PETI) ini bisa dianggap pencuri, susah dikontrol,” katanya.
SUPRIYANTHO KHAFID