TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Etik Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golongan Karya Fadel Muhammad mengatakan akan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Intelijen Negara untuk meminimalisasi terjadinya politik uang dalam pemilihan ketua umum.
"Kami akan menggunakan aparat negara. Karena Golkar kan bagian dari pemerintahan," kata Fadel dalam Rapat Pengurus Pleno DPP Partai Golkar di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Kamis, 28 April 2016.
Fadel menambahkan kerja sama dengan KPK dan BIN agar ada citra baru di Golkar. Alasannya, saat ini popularitas Golkar menurun. "Saya sudah bicara dengan Pak Sutiyoso," kata Fadel.
Fadel menegaskan tidak akan segan-segan mendiskualifikasi calon ketua umum yang terbukti melakukan politik uang. Ia meminta kader Golkar yang lain aktif melaporkan bila melihat ada praktek seperti itu. "Sampaikan laporan, saya punya tim khusus," ucapnya.
Tim khusus tersebut akan mempelajari tiap laporan yang ada. Fadel menambahkan timnya akan menggunakan metodologi yang dipakai aparat hukum seperti kepolisian dan KPK. "Orang-orang kami gabung dengan polisi dan BIN untuk bergerak," ujarnya.
Mantan Gubernur Gorontalo ini menuturkan tidak mempermasalahkan bila nantinya KPK tetap tidak mau terlibat dengan proses internal partai. Menurut dia tim komite etik ingin meniru cara kerja KPK. "Saya cuma perlu dia punya aparat dan metodologinya," tuturnya.
Rapat pengurus pleno DPP Partai Golkar jelang Musyawarah Nasional Luar Biasa memutuskan para calon ketua umum wajib membayar Rp 1 miliar. Ketua Panitia Pengarah Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan hal ini untuk membiayai acara Munaslub dan untuk mencegah terjadinya politik uang.
AHMAD FAIZ