TEMPO.CO, Surabaya - Provinsi Jawa Timur menargetkan capaian investasi Rp 70 triliun tahun ini. Angka itu meningkat 16 persen dari perolehan tahun 2015 sebesar Rp 60 triliun. “Memang cukup berat, tapi kami optimistis bisa tercapai karena tahun lalu saja realisasinya Rp 64,03 triliun, sudah melebihi target,” kata Kepala Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Jawa Timur Lili Soleh Wartadipradja di kantornya, Rabu, 27 April 2016.
Untuk itu, BPM Jawa Timur bakal mendorong peningkatan realisasi izin prinsip yang belum tercapai dalam kurun lima tahun terakhir. Sejak 2010, jumlah izin prinsip yang belum terealisasi mencapai Rp 304 triliun. “Kami berfokus ke izin-izin besar yang potensial dulu, nilainya sekitar Rp 120 triliun,” ujar Lili.
Hingga triwulan pertama tahun ini, realisasi investasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA), mencapai sekitar 11 persen, yakni Rp 37,92 triliun. Angka itu terdiri atas PMA Rp 3,51 triliun, PMDN Rp 13,04 triliun, dan PMDN nonfasilitas Rp 21,37 triliun. “Sehingga, kalau dijumlah dengan PMDN nonfasilitas, realisasinya mencapai 14 persen dari total investasi di triwulan pertama,” kata Lili.
Lili mengungkapkan, realisasi investasi baru mulai menunjukkan perkembangan signifikan ketika memasuki triwulan ketiga dan keempat. Sebab, pada triwulan pertama dan kedua, investor biasanya baru melakukan sejumlah persiapan dan persyaratan administrasi. “Triwulan kedua nanti juga baru akan bertambah 13-15 persen saja.”
Investasi di Jawa Timur dalam kurun Januari hingga Maret tahun ini berasal dari ratusan proyek dan puluhan ribu unit usaha. Rinciannya, 77 proyek PMA, 116 proyek PMDN, dan 50.418 unit usaha PMDN nonfasilitas. “PMDN yang nonfasilitas kami hitung juga, meskipun nilainya kecil, jumlahnya sangat banyak,” tutur Lili.
Sebagian besar pengusaha yang berinvestasi ke Jawa Timur masih menaruh minat di bidang industri logam, mesin, dan elektronik, yakni tujuh perusahaan dengan nilai investasi Rp 1,3 triliun. Disusul perdagangan dan reparasi dengan nilai investasi Rp 1,2 triliun, industri kimia dan farmasi senilai Rp 457 miliar, serta industri barang dari kulit dan alas kaki Rp 252 miliar.
ARTIKA RACHMI FARMITA